PARIWARA

Your Ad Here

Sunday, October 01, 2006

KEBIJAKAN KREDIT PERTANIAN


Kredit pertanian memiliki peranan yang sangat signifikan dalam sejarah pelaksanaan program pembangunan pertanian di Indonesia. Selain sebagai faktor pelancar, kredit juga berfungsi sebagai simpul kritis pembangunan yang efektif, sehingga kredit pertanian tetap harus tersedia. Sejarah kredit pertanian diawali dengan adanya kredit program untuk Padi Sentra pada tahun 1963 dan dilanjutkan dengan Program Bimas pada tahun 1966 dan 1969 menjadi Bimas Gotong Royong. Pada tahun 1970 Bimas Gotong Royong diubah menjadi Bimas yang Disempurnakan sampai dengan tahun 1985. Pada tahun 1985 Kredit Bimas diganti dengan Kredit Usaha Tani (KUT). Kredit program sektor pertanian tersebut digulirkan dengan tujuan untuk menunjang pelaksanaan program intensifikasi padi. Namun sejak digulirkannya KUT, cakupan komoditas yang dapat dilayani menjadi lebih banyak yaitu padi, palawija dan hortikultura. Dalam perkembangannya KUT mengalami berbagai perubahan dan penyesuaian mengikuti perkembangan ekonomi dan kebijakan pemerintah (Insus, Supra Insus, IP Padi-300 dan lain-lain). Sejak dikeluarkannya UU No 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia tidak lagi mengeluarkan KLBI untuk pendanaan kredit program (termasuk KUT), sehingga semua kredit program yang bersumber dari KLBI dihapuskan mulai rahun 2000. Sebagai pengganti skim pembiayaan pertanian maka diluncurkan skim Kredit Ketahanan Pangan (KKP). Mekanisme penyaluran KKP mirip dengan KUT dengan beberapa penyesuaian pada tingkat pelaksana kredit. Perbedaan antara KUT dan KKP terletak pada sumber pendanaan dan tanggung jawab terhadap risiko kredit. Sumber dana KUT berasal dari KLBI dan risiko kredit ditanggung pemerintah, sementara sumber dana KKP berasal dari bank pelaksana dan risiko kredit ditanggung bank pelaksana sebesar 50 persen. Sisanya ditanggung oleh konsorsium (untuk KKP tanaman pangan), sementara KKP pada komoditas selain pangan risiko kredit sepenuhnya ditanggung bank pelaksana. Tingkat bunga KKP sama dengan tingkat bunga di pasar, namun sebagian dibayar oleh pemerintah melalui subsidi, sehingga tingkat bunga yang diterima petani relatif sama dengan bunga yang dikenakan pada KUT.

Sumber :
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian(Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development)Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianDepartemen Pertanian
Januari 2004

0 comments:

Post a Comment