PARIWARA

Your Ad Here

Thursday, March 24, 2011

NILAI TAMBAH KOMODITAS PERTANIAN

Sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam pembangunan perekonomian nasional. Namun demikian, potensi sektor pertanian belum dikembangkan secara optimal. Hal tersebut tercermin dari sebagian besar hasil dari sektor pertanian masih berupa komoditas (produk segar). Hal tersebut mengakibatkan aktivitas usaha pertanian yang dilakukan terperangkap pada resiko yang diakibatkan karakteristik khas pertanian berbasis komoditas seperti fluktuasi harga, tingkat kerusakan yang tinggi, dan musiman. Kondisi tersebut mengkibatkan instabilitas kinerja para pelaku di sektor pertanian. Hal senada sering terjadi pada produk pertanian yang termasuk kedalam bahan pangan.


Dalam upaya mengurangi resiko khas pertanian berbasis komoditas, diperlukan berbagai upaya lanjutan berupa proses peningkatan nilai tambah (value added). Menurut USDA (Amanor-Boadu, 2005) nilai tambah dalam pertanian terbentuk ketika terjadi perubahan dalam bentuk fisik atau bentuk produk pertanian atau adopsi metode produksi atau proses penanganan yang bertujuan untuk meningkatkan basis konsumen bagi produk tersebut serta mendapatkan porsi yang lebih besar dari pengeluaran pembelanjaan konsumen yang tumbuh untuk produsen.

Berdasarkan definisi tersebut, secara lebih lanjut Amamor-Boadu (2004) menyatakan bahwa inisiatif nilai tambah bisnis pada suatu rantai pasokan yang ada terjadi sebagai imbalan atas aktivitas yang dilakukan oleh pelaku usaha industri hilir pada suatu rantai pasokan. Ukuran imbalan tersebut secara langsung dan proporsional ditujukan untuk kepuasan konsumen. Imbalan tersebut berbentuk harga yang tinggi, peningkatan pangsa pasar, dan atau peningkatan akses pasar. Dengan demikian, hal tersebut akan meningkatkan tingkat keuntungan bagi pelaku usaha.

Dalam bidang pertanian di Indonesia peluang untuk menghasilkan nilai tambah pada produk pertanian masih sangat terbuka lebar, mengingat nilai tambah yang ada saat ini sebagian besar terpaku pada upaya untuk menghasilkan produk segar. Sedangkan pengembangan produk hilir dari hasil pertanian masih terbatas. Terdapat beberapa peluang pengembangan industri hilir berbasis hasil pertanian diantaranya adalah industri pangan, industri biokimia, industri bioenergi, industri biofarmaka, industri biopolimer serta berbagai jenis industri lainnya.

Sumber : Iwan Setiawan, 2008. Alternatif Pemberdayaan Bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Lahan Kering (Studi Literatur Petani Jagung Di Jawa Barat). Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung.
Baca Selengkapnya »»

Friday, March 04, 2011

NILAI TAMBAH

Nilai tambah diartikan sebagai 1) besarnya output suatu usaha setelah dikurangi pengeluaran/biaya antaranya; 2) Jumlah nilai akhir dari suatu produk yang bertambah pada setiap tahapan produksi; 3) nilai output dikurangi dengan nilai input bahan baku yang dibeli dan nilai depresiasi yang disisihkan oleh perusahaan. Sebagai contoh, nilai tambah dari produk roti adalah nilai dari produk roti tersebut (nilai output) dikurangi dengan nilai dari tepung dan input lain yang dibeli dari perusahaan lain (nilai input) (Kamus Istilah, kementrian koperasi dan usaha kecil menengah 2000-2006). Nilai tambah merupakan selisih nilai penjualan dikurangi harga bahan baku dan pengeluaranpengeluaran lain yang bersifat internal.

Secara ekonomis, peningkatan nilai tambah suatu barang dapat dilakukan melalui perubahan bentuk (form utility), perubahan tempat (place utility), perubahan waktu (time utility), dan perubahan kepemilikan (potition utility).

  1. Melalui perubahan bentuk (form utility) suatu produk akan mempunyai nilai tambah ketika barang tersebut mengalami perubahan bentuk. Misal biji jagung berubah menjadi bentuk makanan ringan keripik jagung.
  2. Melalui perubahan tempat (place utility ) suatu barang akan memperoleh nilai tambah apabila barang tersebut mengalami perpindahan tempat. Misalnya jagung ketika berada di desa hanya dimanfaatkan sebagai makanan yang dikonsumsi sebagai jagung rebus saja, tetapi ketika jagung tersebut dibawa ke industri tepung (kota) akan dijadikan tepung.
  3. Melalui perubahan waktu (time utility ) suatu barang akan memperoleh nilai tambah ketika dipergunakan pada waktu yang berbeda.
  4. Melalui perubahan kepemilikan (potition utility ); barang akan memperoleh nilai tambah ketika kepemilikan akan barang tersebut perpindah dari satu pihak ke pihak yang lainnya. Misalnya ketika jagung berada pada tangan petani maka jagung tersebut hanya dijual dalam bentuk jagung pipilan, tetapi ketika jagung tersebut berada ditangan konsumen maka akan dimanfaatkan sebagai konsumsi.

Menurut Coltrain, Barton and Boland (2000) terdapat dua jenis nilai tambah, yaitu inovasi dan koordinasi. Kegiatan dari inovasi merupakan aktivitas yang memperbaiki proses yang ada, prosedur, produk dan pelayanan atau menciptakan sesuatu yang baru dengan menggunakan atau memodifikasi konfigurasi organisasi yang telah ada.

Sedangkan pengertian dari koordinasi merupakan harmonisasi fungsi dalam keseluruhan bagian sistem. Hal tersebut merupakan peluang dalam meningkatkan koordinasi produk, pelayanan informasi dalam proses produksi pertanian untuk menciptakan imbalan yang nyata dan meningkatkan nilai produk dalam setiap tahap proses produksi pertanian. Sebab jika dalam koordinasi produk terjadi kesenjangan koordinasi maka Chopra and Meindl (2003) menyatakan bahwa hal tersebut akan menimbulkan ”bullwhip effect” atau fluktuasi dalam pesanan, yang pada akhirnya akan mengakibatkan peningkatan biaya. Tipe nilai tambah koordinasi difokuskan pada hubungan vertikal dan horisontal diantara produsen, pengolahan, perantara, distributor dan pengecer.

Sumber : Iwan Setiawan, 2008. Alternatif Pemberdayaan Bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Lahan Kering (Studi Literatur Petani Jagung Di Jawa Barat). Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung.
Baca Selengkapnya »»