Secara individu para petani kita sebenarnya memiliki ketangguhan dalam berusaha. Ini terbukti dengan tetap eksisnya usahatani sampai saat ini meskipun banyak faktor eksternal di luar lingkungan petani mengguncang usahanya misalnya: kenaikan harga-harga input dan energi. Ternyata secara kultural usahatani sudah merupakan bagian kehidupan petani sehingga apapun yang terjadi usahatani tetap dapat dijalankan. Selain itu usahatani dapat bertahan karena pemanfaatan sumberdaya lokal yang tidak memerlukan transaksi finansial ternyata masih dominan, misalnya : pengairan, tenaga kerja keluarga, bahan organik, hijauan pakan dan sebagainya. Secara umum kedua hal tersebut dapat disebut sebagai keunggulan komparatif. (Simatupang, 1995).
Namun demikian usaha pertanian yang dimiliki petani tidak selalu sejalan dengan kesejahteraan yang diperoleh petani pelakunya , justru kesejahteraan yang lebih tinggi dinikmati oleh pihak di luar lingkungan petani produsen (dalam sistem usahatani) misalnya : penyedia input, pedagang pengumpul, pengusaha alsintan, penyedia modal kerja dan sebagainya. Keadaan ini terjadi karena secara individu petani masih banyak memiliki kelemahan baik dari aspek penguasaan asset usaha, akses terhadap informasi, akses terhadap sumber teknologi, akses terhadap modal, pasar, mitra dan sebagainya. Kelemahan tersebut berakibat terhadap biaya finansial yang harus dikeluarkan menjadi besar dan menjadikan posisi petani sebagai pihak yang selalu diatur atau tergantung pada pihak lain (Baga , 2010).
Secara internal petani kita juga terkendala oleh sempitnya penguasaan lahan dan kualitas SDM yang masih rendah sementara itu tuntutan biaya hidup semakin tinggi. Oleh karena itu siasat yang akhirnya dipilih adalah dengan intensifikasi. Namun dapatkah efisiensi dan penerapan teknologi dapat dilakukan mengingat skala usaha dan rendahnya kualitas SDM dipihak petani ?. Itulah sebabnya kita harus menyadari bahwa pencapaian kesejahteraan akan sulit tercapai selama masih dilakukan secara individu. Dari profil tersebut diatas maka perlunya berkelompok adalah penting untuk diwujudkan. Dalam komunitas apapun termasuk masyarakat petani selalu ada pioner yang berwawasan maju dan kesadaran petani sendiri untuk berkembang dengan tata nilai maju dapat ditumbuhkan oleh pihak-pihak yang peduli. (Dubell, 1985).
Sumber: Seno Basuki dan Ratih Kurnia. 2011. Membangun Kelompok Usaha Pertanian Ramah Lingkungan Berwawasan Agribisnis. Jawa Tengah: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.
0 comments:
Post a Comment