PARIWARA

Your Ad Here

Wednesday, December 30, 2009

BUNGA KRISAN (Chrysanthenum)


Krisan atau Chrysanthenum merupakan salah satu jenis tanaman hias yang telah lama dikenal dan banyak disukai masyarakat serta mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Bunga krisan juga memiliki kesegaran yang relatif lama dan mudah dirangkai. Keunggulan lain yang dimiliki adalah bahwa pembungaan dan panennya dapat diatur menurut kebutuhan pasar.


Sebagai bunga potong, krisan digunakan sebagai bahan dekorasi ruangan, jambangan (vas) bunga dan rangkaian bunga. Sebagai tanaman pot krisan dapat digunakan untuk menghias meja kantor, ruangan hotel, restaurant dan rumah tempat tinggal. Selain digunakan sebagai tanaman hias, krisan juga berpotensi untuk digunakan sebagai tumbuhan obat tradisional dan penghasil racun serangga (hama).

Krisan atau dikenal juga dengan seruni bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Menurut Rukmana dan Mulyana (1997), terdapat 1000 varietas krisan yang tumbuh di dunia. Beberapa varietas krisan yang dikenal antara lain adalah C. daisy, C. indicum, C. coccineum, C. frustescens, C. maximum, C. hornorum, dan C. parthenium. Varietes krisan yang banyak ditanam di Indonesia umumnya diintroduksi dari luar negeri, terutama dari Belanda, Amerika Serikat dan Jepang. Bunga krisan sangat populer di masyarakat karena banyaknya jenis, bentuk dan warna bunga. Selain bentuk mahkota dan jumlah bunga dalam tangkai, warna bunga juga menjadi pilihan konsumen. Pada umumnya konsumen lebih menyukai warna merah, putih dan kuning, sebagai warna dasar krisan. Namun sekarang terdapat berbagai macam warna yang merupakan hasil persilangan di antara warna dasar tadi.

Bunga krisan digolongkan dalam dua jenis yaitu jenis spray dan standar. Krisan jenis spray dalam satu tangkai bunga terdapat 10 — 20 kuntum bunga berukuran kecil . Sedangkan jenis standar pada satu tangkai bunga hanya terdapat satu kuntum bunga berukuran besar. Bentuk bunga krisan yang biasa dibudidayakan sebagai bunga berukuran besar. Bentuk bunga krisan yang bisa dibudidayakan sebagai bunga potong adalah Tunggal, Anemone, Pompon, Dekoratif, Bunga besar (Hasyim dan Reza dalam Wisudiastuti, 1999).

Bunga potong yang banyak diminati adalah bunga yang mekar sempurna, penampilan yang sehat dan segar serta mempunyai tangkai batang yang tegar dan kekar, sehingga bunga potong menjadi awet dan tahan lama. Krisan merupakan salah satu jenis bunga potong penting di dunia. Pada perdagangan tanaman hias dunia, bunga krisan merupakan salah satu bunga yang banyak diminati oleh beberapa negara Asia seperti Jepang, Singapore dan Hongkong, serta Eropa seperti Jerman, Perancis dan Inggris (Wisudiastuti, 1999).

Krisan menempati urutan kedua setelah bunga mawar. Dari waktu ke waktu permintaan terhadap bunga krisan baik dalam bentuk bunga potong maupun dalam pot mengalami kenaikan. Sebagai gambaran proyeksi kebutuhan bunga potong di Jakarta pada tahun 1999 berjumlah 58.992.100 tangkai bunga, 20 persen diantara adalah krisan (Rukmana dan Mulyana, 1997). Selain itu dijelaskan lebih lanjut bahwa Flower Council of Holland, Belanda, meramalkan konsumsi bonga potong dan tanaman pot dunia pada periode 1993 – 1997 meningkat dari 68 milyar menjadi 78 milyard gulden. Sekalipun telah banyak dibudidayakan di Indonesia, tetapi tanaman krisan masih belum dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri terlebih lagi untuk kebutuhan ekspor.

Bunga potong krisan mempunyai peluang pasar yang sangat luas. Pasar potensial yang dapat diharapkan adalah pasar-pasar yang ada di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Malang dan Denpasar. Permintaan untuk kebutuhan bahan dekorasi restoran, kantor, hotel maupun rumah tempat tinggal. Perilaku masyarakat di kota besar dalam menyambut hari-hari spesial maupun hari-hari besar Natal, Tahun Baru dan Lebaran membuat permintaan terhadap bunga krisan dan bunga potong lainnya semakin bertambah. Sebagai gambaran dapat dijelaskan bahwa untuk wilayah Jakarta permintaan bunga potong meningkat rata-rata 10% (Rukhmana dan Mulyana, 1997). Disebutkan pula bahwa pada tahun 1991 nilai perdagangan bunga potong di DKI Jakarta mencapai RP. 1 Milyar per bulan.

Selain dalam negeri, pasar luar negeri mempunyai potensi yang besar. Pada tahun 1993 Indonesia mengekspor bunga potong krisan sebanyak 198,3 ton senilai US$ 243,7 ribu ke negara Hongkong, Jepang, Malaysia dan Singapura (Rhukmana dan Mulyana, 1997). Hal ini menunjukan bahwa usaha bunga krisan dan bunga potong lainnya semakin mengalami peningkatan sejalan dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, meningkatnya taraf hidup masyarakat sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi dan semakin tingginya budaya masyarakat.

Merujuk pada data-data tersebut diatas dapat dikatakan bahwa usaha pengembangan bunga potong krisan memiliki prospek yang cerah. Mengingat sumberdaya lahan yang terbentang luas dan semakin meningkatnya ketrampilan dan pengalaman petani bunga potong, maka usaha bunga krisan dapat dikembangkan dalam skala kecil dan menengah. Untuk keperluan kamar domestik, pengembangan usaha krisan dapat dicampur dengan jenis bunga potong lainnya. Pada skala ini pengadaan bahan sarana produksi terlebih lagi ketersediaan lahan sebagai media tumbuh masih dapat diupayakan, dengan menggunakan manajemen yan relatif sederhana. Untuk keperluan ekspor pengembangan usaha bunga krisan dapat dikembangkan dalam skala menengah sampai besar. Namun, pada skala ini yang perlu mendapat perhatian khusus adalah masalah status lahan yang digunakan. Jenis bunga potong yang akan ditanam tergantung pada besarnya permintaan untuk setiap jenis bunga potong.

Tanaman krisan pada umumnya banyak dijumpai pada daerah yang mempunyai ketinggian 700 — 1.200 m. suhu udara antara 18 °C — 22 °C dengan kondisi kelembaban udara tinggi. Selain dari itu untuk memperoleh bunga yang berkualitas baik, tanaman krisan membutuhkan cahaya yang Iebih lama untuk merangsang proses pembungaan.
Baca Selengkapnya »»

Wednesday, December 23, 2009

STANDAR PRODUKSI KACANG TANAH


Ruang Lingkup
Standar produksi kacang tanam meliputi: klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan, pengemasan dan rekomondasi.

Diskripsi
Standar mutu kacang tanah di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional Indonesia SNI 01-3921-1995.

Klasifikasi dan Syarat Mutu
Kacang tanah digolongkan dalam 3 jenis mutu: mutu I, mutu II dan mutu III
a) Syarat umum
1. Bebas hama penyakit.
2. Bebas bau busuk, asam, apek dan bau asing lainnya.
3. Bebas dari bahan kimia seperti insektisida dan fungisida.
4. Memiliki suhu normal.

b) Syarat khusus mutu kacang tanah biji (wose)
1. Kadar air maksimum (%): mutu I=6; mutu II=7; mutu III=8.
2. Butir rusak maksimum (%): mutu I=0; mutu II=1; mutu III=2.
3. Butir belah maksimum (%): mutu I=1; mutu II=5; mutu III=10.
4. Butir warna lain maksimum (%): mutu I=0; mutu II=2; mutu III=3.
5. Butir keriput maksimum (%): mutu I=0; mutu II=2; mutu III=4.
6. Kotoran maksimum (%): mutu I=0; mutu II=0,5; mutu III=3.
7. Diameter : mutu I minimum 8 mm; mutu II minimum 7 mm; mutu III maksimum 6 mm.

c) Syarat khusus mutu kacang tanah polong (gelondong)
1. Kadar air maksimum (%): mutu I=8; mutu=9; mutu=9.
2. Kotoran maksimum (%): mutu I=1; mutu II=2; mutu III=3.
3. Polong keriput maksimum (%): mutu I=2; mutu II=3; mutu III=4.
4. Polong rusak maksimum (%): mutu I=0,5; mutu II=1; mutu III=2.
5. Polong biji satu maksimum (%): mutu I=3; mutu II=4; mutu III=5.
6. Rendemen minimum (%): mutu I=65; mutu II=62,5; mutu III=60.

Untuk mendapatkan hasil kacang tanah yang sesuai dengan syarat, maka harus dilakukan beberapa pengujian, yaitu:
a) Penentuan adanya hama dan penyakit, bau dilakukan dengan cara organoleptik kecuali adanya bahan kimia dengan menggunakan indera penglihatan dan penciuman serta dibantu dengan peralatan dan cara yang diperoleh.
b) Penentuan adanya butir rusak, butir warna lain, kotoran dan butir belah dilakukan dengan cara manual dengan pinset. Presentase butir warna lain, butir rusak, butir belah, butir keriput, dan kotoran ditetapkan berdasarkan berat masing-masing komponen dibandingkan dengan berat 100 %.
c) Penentuan diameter dengan menggunakan alat pengukur dial caliper.
d) Penentuan kadar air biji harus ditentukan dengan alat mouture tester electronic yang telah dikalibrasi atau dengan distilasi dengan toulen (AOAC 9254). Untuk mengukur kadar air, kacang tanah polong harus dikupas dahulu kulitnya, selanjutnya biji kacang tanahnya diukur kadar airnya.
e) Penentuan suhu dengan alat termometer.
f) Penentuan kadar aflatoksin.

Pengambilan Contoh
Contoh diambil secara acak sebanyak akar pangkat dua dari jumlah karung, dengan maksimum 30 karung dari tiap partai barang. Kemudian dari tiap-tiap karung diambil contoh maksimum 500 gram. Contoh-contoh tersebut diaduk/dicampur sehingga merata, kemudian dibagi empat dan dua bagian diambil secara diagonal, cara ini dilakukan beberapa kali sampai mencapai contoh seberat 500 gram. Contoh ini disegel dan diberi label untuk dianalisa, berat contoh analisa untuk kacang wose 100 gram dan kacang tanah gelondong 200 gram. Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat yaitu orang yang telah berpengalaman atau dilatih lebih dahulu, dan mempunyai ikatan dengan suatu badan hukum dan mempunyai sertifikat yang dikeluarkan oleh badan yang berwenang.

Pengemasan
Kacang tanah dikemas dalam karung goni atau dari bahan lain yang sesuai kuat dan bersih dan mulutnyadijahit, berat netton setiap karung maksimum 75 kg, dan tahan mengalami handing baik pada pemuatan maupun pembongkaran. Di bagian luar karung (kecuali dalam bentuk curah) ditulis dengan bahan yang aman yang tidak luntur dengan jelas terbaca antara lain:
a) Produksi Indonesia.
b) Daerah asal produksi.
c) Nama dan mutu barang.
d) Nama perusahaan/pengekspor.
e) Berat bruto.
f) Berat netto.
g) Nomor karung.
h) Tujuan.
Baca Selengkapnya »»

PENTINGNYA PRODUK HORTIKULTURA


Buah dan sayur telah berabad-abad menjadi bagian dari kebudayaan manusia. Buah dan sayur telah menjadi kebutuhan bahan pangan penting manusia, khususnya di jaman modern saat ini. Demikian pula komoditi ini dan bunga potong telah menjadi komoditi perdagangan penting di seluruh dunia. Berjuta-juta manusia tergantung hidupnya dari memperdagangkan produk hortikultura.

FAKTOR NUTRISI
Perbanyak makan buah dan sayur, demikian resep awet muda dan selalu tampak sehat, kata Ny. The Chung Shen Tjia, pendiri harian Jawa Pos yang telah meninggal Maret 1998 (Jawa Pos, 1 Januari 2000). Buah dan sayuran mengandung berbagai komponen penting yang tidak dapat disintesa dalam tubuh manusia dan tidak tersedia pada jenis bahan pangan lainnya. Oleh sebab itu ahli nutrisi selalu menganjurkan untuk mengkonsumsi menu makanan setiap hari dalam jumlah cukup yang mengandung buah dan sayuran segar. Dimana kebutuhan vitamin, mineral dan serat kasar tersebut, saat ini sangat mungkin, hanya bisa dipenuhi dari bahan pangan berupa buah dan sayuran, yang mengandung berbagai komposisi zat gizi tersebut.

Konsumsi buah dan sayuran dilaporkan menurunkan kasus kematian akibat kanker (Ames et al., 1993 dan Willet, 1994), menurunkan radikal bebas oksigen yang menyebabkan penyakit jantung koroner dan kanker (Simon, 1992 dan Gerster, 1991). Diet yang tinggi proporsi buah dan sayuran mencegah penyakit kronis seperti: penyakit jantung koroner dan sejenisnya serta kanker (Block et al., 1992), melindungi konsumen terhadap kanker kolon dan tiroid (Steinmetz and Potter, 1992) dan menghindari oxidative stress yang memicu penyakit hati, penyakit degeneratif syaraf, AIDS, kanker, dan proses penuaan (Reismersma et al., 1991).

Di Indonesia, karena konsumsi buah dan sayur segar tergolong rendah (Setyobudi, 1999), bila dibandingkan dengan Taiwan, Singapura dan Amerika, maka Indonesia telah menjadi pangsa pasar empuk bagi produk ekstrak buah, sayuran dan sejenis yang dikenal sebagai: food supplement. Di Indonesia beredar di pasaran bebas berbagai merk dan kemasan food supplement, seperti: Saripati ayam, Omega-3, Wheat Germ Oil, Vitamin ABC & multi mineral Formula dan lain-lain (Warta Konsumen, 1995). Hasil uji laboratorium YLKI Desember 1996 melaporkan dari 33 merk food supplement, sebagian besar tergolong berkualitas buruk dan tidak sesuai dengan kandungan zat dalam label (Warta Konsumen, 1996). Produk food supplement yang akhir akhir ini banyak diminati adalah Scaven, yang diiklankan dapat menekan jumlah radikal bebas dalam tubuh. Eldrige and Sheehan (1994) melaporkan food supplement yang paling populer pada 502 mahasiswa di Arizona adalah: vitamin C, multiple vitamin, multiple vitamin + mineral, tablet mengandung kalsium, vitamin E, asam-asam amino, kapsul bawang putih, aloe vera, ragi dan minyak ikan. Hasil survey menunjukkan pemakai food supplement percaya, mengkonsumsi food supplement merasa ada tambahan energi, mengurangi stres dan mencegah flu.

NILAI ESTETIKA
Berbagai jenis buah di pajang sebagai hiasan dalam berbagai jenis upacara pernikahan, syukuran dan upacara keagamaan. Pisang dibawa sebagai rasa cinta kasih di negara China, Apel impor (Red delicius) dibawa waktu mengunjungi teman yang sedang sakit dsb. Buah, sayuran dan bunga potong merupakan bagian nilai kebudayaan manusia yang penting dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama dipandang dari sudut nilai estetika.

NILAI PERDAGANGAN
Petani kecil menanam buah dan sayuran di pekarangan atau galengan sawah, untuk kebutuhan sendiri dan dijual untuk menambah pendapatan. Pemasaran komoditas hortikultura dimulai dari buruh panen, tengkulak desa, kecamatan, kabupaten, kotamadya, pedagang eceran, pedagang pasar dll, beribu-ribu, mungkin berjuta manusia tergantung hidupnya dari kegiatan perdagangan buah, sayuran, bunga potong, bibit dsb. Komoditas hortikultura menjadi komoditi perdagangan yang penting bagi sebagian besar rakyat kecil dan menengah di Indonesia.
Baca Selengkapnya »»

Friday, December 04, 2009

PERANAN PUPUK ORGANIK


Berbagai hasil penelitian mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan pertanian intensif menurun produktivitasnya dan telah mengalami degradasi lahan, terutama terkait dengan sangat rendahnya kandungan Corganik dalam tanah, yaitu 2%, bahkan pada banyak lahan sawah intensif di Jawa kandungannya 1%. Padahal untuk memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan C-organik 2,5%. Di lain pihak, sebagai negara tropika basah yang memiliki sumber bahan organik sangat melimpah, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal.

Bahan/pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan. Sumber bahan untuk pupuk organik sangat beranekaragam, dengan karakteristik fisik dan kandungan kimia/hara yang sangat beragam sehingga pengaruh dari penggunaan pupuk organik terhadap lahan dan tanaman dapat bervariasi.

Pupuk organik atau bahan organik tanah merupakan sumber nitrogen tanah yang utama, selain itu peranannya cukup besar terhadap perbaikan sifat fisika, kimia biologi tanah serta lingkungan. Pupuk organik yang ditambahkan ke dalam tanah akan mengalami beberapa kali fase perombakan oleh mikroorganisme tanah untuk menjadi humus atau bahan organik tanah.

Bahan dasar pupuk organik yang berasal dari sisa tanaman umumnya sedikit mengandung bahan berbahaya. Namun penggunaan pupuk kandang, limbah industri dan limbah kota sebagai bahan dasar kompos/pupuk organik cukup mengkhawatirkan karena banyak mengandung bahan berbahaya seperti misalnya logam berat dan asam-asam organik yang dapat mencemari lingkungan. Selama proses pengomposan, beberapa bahan berbahaya ini justru terkonsentrasi dalam produk akhir pupuk. Untuk itu diperlukan seleksi bahan dasar kompos yang mengandung bahan-bahan berbahaya dan beracun (B3).

Bahan/pupuk organik dapat berperan sebagai “pengikat” butiran primer menjadi butir sekunder tanah dalam pembentukan agregat yang mantap. Keadaan ini besar pengaruhnya pada porositas, penyimpanan dan penyediaan air, aerasi tanah, dan suhu tanah. Bahan organik dengan C/N tinggi seperti jerami atau sekam lebih besar pengaruhnya pada perbaikan sifat-sifat fisik tanah dibanding dengan bahan organik yang terdekomposisi seperti kompos. Pupuk organik/bahan organik memiliki fungsi kimia yang penting seperti: (1) penyediaan hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan mikro seperti Zn, Cu, Mo, Co, B, Mn, dan Fe, meskipun jumlahnya relatif sedikit. Penggunaan bahan organik dapat mencegah kahat unsur mikro pada tanah marginal atau tanah yang telah diusahakan secara intensif dengan pemupukan yang kurang seimbang; (2) meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah; dan (3) dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam yang meracuni tanaman seperti Al, Fe, dan Mn.
Baca Selengkapnya »»

PUPUK ORGANIK


Pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik asal tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara tersedia bagi tanaman. Dalam Permentan No.2/Pert/Hk.060/2/2006, tentang pupuk organik dan pembenah tanah, dikemukakan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.

Definisi tersebut menunjukkan bahwa pupuk organik lebih ditujukan kepada kandungan C-organik atau bahan organik daripada kadar haranya; nilai C-organik itulah yang menjadi pembeda dengan pupuk anorganik. Bila C-organik rendah dan tidak masuk dalam ketentuan pupuk organik maka diklasifikasikan sebagai pembenah tanah organik. Pembenah tanah atau soil ameliorant menurut SK Mentan adalah bahan-bahan sintesis atau alami, organik atau mineral.

Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah kota. Kompos merupakan produk pembusukan dari limbah tanaman dan hewan hasil perombakan oleh fungi, aktinomiset, dan cacing tanah. Pupuk hijau merupakan keseluruhan tanaman hijau maupun hanya bagian dari tanaman seperti sisa batang dan tunggul akar setelah bagian atas tanaman yang hijau digunakan sebagai pakan ternak. Sebagai contoh pupuk hijau ini adalah sisa–sisa tanaman, kacang-kacangan, dan tanaman paku air Azolla.

Pupuk kandang merupakan kotoran ternak. Limbah ternak merupakan limbah dari rumah potong berupa tulang-tulang, darah, dan sebagainya. Limbah industri yang menggunakan bahan pertanian merupakan limbah berasal dari limbah pabrik gula, limbah pengolahan kelapa sawit, penggilingan padi, limbah bumbu masak, dan sebagainya. Limbah kota yang dapat menjadi kompos berupa sampah kota yang berasal dari tanaman, setelah dipisah dari bahan-bahan yang tidak dapat dirombak misalnya plastik, kertas, botol, dan kertas.

Istilah pupuk hayati digunakan sebagai nama kolektif untuk semua kelompok fungsional mikroba tanah yang dapat berfungsi sebagai penyedia hara dalam tanah, sehingga dapat tersedia bagi tanaman. Pemakaian istilah ini relatif baru dibandingkan dengan saat penggunaan salah satu jenis pupuk hayati komersial pertama di dunia yaitu inokulan Rhizobium yang sudah lebih dari 100 tahun yang lalu. Pupuk hayati dalam buku ini dapat didefinisikan sebagai inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman.

Memfasilitasi tersedianya hara ini dapat berlangsung melalui peningkatan akses tanaman terhadap hara misalnya oleh cendawan mikoriza arbuskuler, pelarutan oleh mikroba pelarut fosfat, maupun perombakan oleh fungi, aktinomiset atau cacing tanah. Penyediaan hara ini berlangsung melalui hubungan simbiotis atau nonsimbiotis. Secara simbiosis berlangsung dengan kelompok tanaman tertentu atau dengan kebanyakan tanaman, sedangkan nonsimbiotis berlangsung melalui penyerapan hara hasil pelarutan oleh kelompok mikroba pelarut fosfat, dan hasil perombakan bahan organik oleh kelompok organisme perombak. Kelompok mikroba simbiotis ini terutama meliputi bakteri bintil akar dan cendawan mikoriza. Penambatan N2 secara simbiotis dengan tanaman kehutanan yang bukan legum oleh aktinomisetes genus Frankia di luar cakupan buku ini. Kelompok cendawan mikoriza yang tergolong ektomikoriza juga di luar cakupan baku ini, karena kelompok ini hanya bersimbiosis dengan berbagai tanaman kehutanan. Kelompok endomikoriza yang akan dicakup dalam buku ini juga hanya cendawan mikoriza vesikulerabuskuler, yang banyak mengkolonisasi tanaman-tanaman pertanian.

Kelompok organisme perombak bahan organik tidak hanya mikrofauna tetapi ada juga makrofauna (cacing tanah). Pembuatan vermikompos melibatkan cacing tanah untuk merombak berbagai limbah seperti limbah pertanian, limbah dapur, limbah pasar, limbah ternak, dan limbah industri yang berbasis pertanian. Kelompok organisme perombak ini dikelompokkan sebagai bioaktivator perombak bahan organik.
Baca Selengkapnya »»

Tuesday, November 17, 2009

STANDAR PRODUKSI PISANG


Standar produksi pisang meliputi: klasifikasi dan, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan dan cara pengemasan. Standar buah pisang ini mengacu kepada SNI 01-4229-1996.

Klasifikasi dan Standar Mutu
a) Tingkat Ketuaan Buah (%): Mutu I=70-80; Mutu II <70>80
b) Keseragaman Kultivar: Mutu I=seragam; Mutu II=seragam
c) Keseragaman Ukuran: Mutu I=seragam; Mutu II=seragam
d) Kadar kotoran (% dalam bobot kotoran/bobot): Mutu I=0; Mutu II= 0
e) Tingkat kerusakan fisik/mekanis (% Bobot/bobot): Mutu I=0; Mutu II=0
f) Kemulusan Kulit (Maksimum): Mutu I=Mulus; Mutu II=Mulus
g) Serangga: Mutu I=bebas; Mutu II=bebas
h) Penyakit: Mutu I=bebas; Mutu II=bebas

Adapun persyaratan berdasarkan klasifikasi pisang adalah sebagai berikut:
a) Panjang Jari (cm): Kelas A 18,1-20,0; Kelas B 16,1-18,0; Kelas C 14,1-16,0
b) Berat Isi (kg): Kelas A > 3,0; Kelas B 2,5-3,0; Kelas C < 2,5 c) Dimeter Pisang (cm): Kelas A 2,5; Kelas B > 2,5; Kelas C < 2,5  

Untuk mencapai dan mengetahui syarat mutu harus dilakukan pengujian yang meliputi :
a) Penentuan Keseragaman Kultivar.
Cara kerja dari pengujian adalah ; Hitung jumlah dari seluruh contoh buah pisang segar, amati satu persatu secara visual dan pisahkan buah yang tidak sesuai dengan untuk kultivar ang besangkutan. Hitung jumlah jari buah pisang yang tidak sesuai dengan kultivar tersebut. Hitung persentase jumlah jari buah pisang yang dinilai mempunyai bentuk dan warna yang tidak khas untuk kultivar yang bersangkutan terhadap jumlah jari keseluruhannya.

b) Penentuan Keseragaman Ukuran Buah.
Ukur panjang dari setiap buah contoh dan dihitung mulai dari ujung buah sampai pangkal tangkai dari seluruh contoh uji dengan menggunakan alat pengukur yang sesuai. Ukur pula garis tengah buah dengan menggunakan mistar geser. Pisahkan sesuai dengan penggolongan yang dinyatakan pada label di kemasan.

c) Penentuan Tingkat Ketuaan.
Perhatikan sudut-sudut pada kulit buah pisang segar. Buah yang tidsak bersudut lagi (hampir bulat) berati sudah tua 100%, sedangkan yang masih sangat nyata sudutnya berarti tingkat ketuaan masih 70% atau kurang.

d) Penentuan Tingkat Kerusakan Fisik/Mekanis Hitung jumlah jari dari seluruh contoh buah pisang.
Amati satu persatu jari buah secara visual dan pisahkan buah yang dinilai mengalami kerusakan mekanis/fisik berupa luka atau memar. Hitung jumlah yang rusak lalu bagi dengan jumalh keseluruhannya dan dikalikan dengan 100%.

e) Penentuan Kadar Kotoran
Timbang seluruh contoh buah yang diuji, amati secara visual kotorang yang ada, pisahkan kotoran yang ada pada buah dan kemasannya seperti tanah, getah, batang, potongan daun atau benda lain yang termasuk dalam istilah kotoran yang menempel pada buah dan kemasan, lalu timbang seluruh kotorannya. Berat kotoran per berat seluruh contoh buah yang diuji kali dengan 100%.

Pengambilan Contoh
Satu partai/lot buah pisang segar terdiri dari maksimum 1000 kemasan. Contoh diambil secara acak sebanyak jumlah kemasan.
a) Jumlah minimal kemasan dalam partai adalah 1–5 : contoh semua
b) Jumlah minimal kemasan dalam partai adalah 6–100 : contoh : sekurangkurangnya 5
c) Jumlah minimal kemasan dalam partai adalah 101–300 : contoh sekurangkurangnya 7
d) Jumlah minimal kemasan dalam partai adalah 301–500 : contoh sekurangkurangnya 9
e) Jumlah minimal kemasan dalam partai adalah 501–1000 : contoh sekurangkurangnya 10

Pengemasan
Untuk pisang tropis, kardus karton yang digunakan berukuran 18 kg atau 12 kg. Kardus dapat dibagi menjadi dua ruang atau dibiarkan tanpa pembagian ruang. Sebelum pisang dimasukkan, alasi/lapisi bagian bawah dan sisi dalam kardus dengan lembaran plastik/kantung plastik. Setelah pisang disusun tutup pisang dengan plastik tersebut. Dapat saja kelompok (cluster) pisang dibungkus dengan plastik lembaran/kantung plastik sebelum dimasukkan ke dalam kardus karton. Pada bagian luar dari kemasan, diberi label yang bertuliskan antara lain:
a) Produksi Indonesia
b) Nama kultivar pisang
c) Nama perusahaan/ekspotir
d) Berat bersih
e) Berat kotor
f) Identitas pembeli
g) Tanggal panen
h) Saran suhu penyimpanan/pengangkutan.
Baca Selengkapnya »»

PISANG


Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Tengah. Di Jawa Barat, pisang disebut dengan Cau, di Jawa Tengah dan Jawa Timur dinamakan gedang.

Klasifikasi botani tanaman pisang adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Keluarga : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa spp.

Jenis pisang dibagi menjadi tiga:
1) Pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak yaitu M. paradisiaca var Sapientum, M. nana atau disebut juga M. cavendishii, M. sinensis. Misalnya pisang ambon, susu, raja, cavendish, barangan dan mas.
2) Pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak yaitu M. paradisiaca forma typica atau disebut juga M. paradisiaca normalis. Misalnya pisang nangka, tanduk dan kepok.
3) Pisang berbiji yaitu M. brachycarpa yang di Indonesia dimanfaatkan daunnya. Misalnya pisang batu dan klutuk.
4) Pisang yang diambil seratnya misalnya pisang manila (abaca).

Pisang adalah buah yang sangat bergizi yang merupakan sumber vitamin, mineral dan juga karbohidrat. Pisang dijadikan buah meja, sale pisang, pure pisang dan tepung pisang. Kulit pisang dapat dimanfaatkan untuk membuat cuka melalui proses fermentasi alkohol dan asam cuka. Daun pisang dipakai sebagi pembungkus berbagai macam makanan trandisional Indonesia. Batang pisang abaca diolah menjadi serat untuk pakaian, kertas dsb. Batang pisang yang telah dipotong kecil dan daun pisang dapat dijadikan makanan ternak ruminansia (domba, kambing) pada saat musim kemarau dimana rumput tidak/kurang tersedia. Secara tradisional, air umbi batang pisang kepok dimanfaatkan sebagai obat disentri dan pendarahan usus besar sedangkan air batang pisang digunakan sebagai obat sakit kencing dan penawar racun.

Hampir di setiap tempat dapat dengan mudah ditemukan tanaman pisang. Pusat produksi pisang di Jawa Barat adalah Cianjur, Sukabumi dan daerah sekitar Cirebon. Tidak diketahui dengan pasti berapa luas perkebunan pisang di Indonesia. Walaupun demikian Indonesia termasuk salah satu negara tropis yang memasok pisang segar/kering ke Jepang, Hongkong, Cina, Singapura, Arab, Australia, Negeri Belanda, Amerika Serikat dan Perancis. Nilai ekspor tertinggi pada tahun 1997 adalah ke Cina.

Iklim
1) Iklim tropis basah, lembab dan panas mendukung pertumbuhan pisang. Namun demikian pisang masih dapat tumbuh di daerah subtropis. Pada kondisi tanpa air, pisang masih tetap tumbuh karena air disuplai dari batangnya yang berair tetapi produksinya tidak dapat diharapkan.
2) Angin dengan kecepatan tinggi seperti angin kumbang dapat merusak daun dan mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
3) Curah hujan optimal adalah 1.520–3.800 mm/tahun dengan 2 bulan kering. Variasi curah hujan harus diimbangi dengan ketinggian air tanah agar tanah tidak tergenang.

Media Tanam
1) Pisang dapat tumbuh di tanah yang kaya humus, mengandung kapur atau tanah berat. Tanaman ini rakus makanan sehingga sebaiknya pisang ditanam di tanah berhumus dengan pemupukan.
2) Air harus selalu tersedia tetapi tidak boleh menggenang karena pertanaman pisang harus diari dengan intensif. Ketinggian air tanah di daerah basah adalah 50 - 200 cm, di daerah setengah basah 100 - 200 cm dan di daerah kering 50 - 150 cm. Tanah yang telah mengalami erosi tidak akan menghasilkan panen pisang yang baik. Tanah harus mudah meresapkan air. Pisang tidak hidup pada tanah yang mengandung garam 0,07%.

Ketinggian Tempat
Tanaman ini toleran akan ketinggian dan kekeringan. Di Indonesia umumnya dapat tumbuh di dataran rendah sampai pegunungan setinggi 2.000 m dpl. Pisang ambon, nangka dan tanduk tumbuh baik sampai ketinggian 1.000 m dpl
Baca Selengkapnya »»

HORTIKULTURA


Secara etimologis, kata Hortikultura berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Hortus: kebun da Cultura: budidaya/pengelolaan. Hortikultura adalah ilmu dan seni bercocok tanam yang memerlukan pemeliharaan khusus, serta bercocok tanam tersebut dilakukan di kebun atau pekarangan. Pekarangan yang disebut Compound Garden atau Mixed Garden oleh Terra mendefinisikan adalah sebidang tanah darat yang terletak langsung di sekeliling rumah dengan batas-batas yang jelas, serta umumnya di tanami berbagai jenis tanaman.

Ilmu hortikultura mencakup aspek produksi dan penanganan pascapanen yaitu: teknologi perbanyakan, penanaman, pemeliharaan, serta pascapanen. Sehingga ilmu hortikultura terkait erat dengan bidang ilmu lain seperti: Fisiologi, biokimia, genetika, entomologi, fitopatologi, ilmu tanah, klimatologi dan sebagainya. Luas lahan pertanian untuk lahan tanaman hortikultura di dunia adalah sangat kecil bila dibandingkan dengan luas lahan tanaman lain seperti serealia
(biji-bijian) yaitu kurang dari 10%.

Hal tersebut disebabkan oleh banyak faktor yang menjadi kendala dalam pengembangan komoditas hortikultura yaitu:
1. lemahnya modal usaha.
2. rendahnya pengetahuan.
3. harga produk hortikultura sangat berfluktuasi, sehingga resiko besar.
4. umumnya prasarana transportasi kurang mendukung.
5. belum berkembangnya agroindustri yang memanfaatkan hasil tanaman hortikultura sebagai bahan baku.

Secara umum budidaya hortikultura meliputi: tanaman sayuran (vegetable crops); tanaman buah (fruit crops); dan tanaman hias (ornamental crops). Berdasarkan jenis tanaman yang dibudidayakan tersebut maka ilmu hortikultura dibagi berdasarkan komoditi yaitu:
1. Olericultura yaitu ilmu yang mempelajari tentang tanaman sayuran dan teknologinya, sehingga orang yang menekuni serta ahli dibidang tersebut dinamakan: Olericulturist.
2. Pomologi yaitu ilmu yang mempelajari tentang tanaman buah dan teknologinya, sehingga orang yang menekuni serta ahli dibidang tersebut dinamakan: Pomologist.
3. Floricultura yaitu ilmu yang mempelajari tentang tanaman hias dan teknologinya, sehingga orang yang menekuni serta ahli dibidang tersebut dinamakan: Floriculturist.

Sebelum kita membahas lebih jauh, maka terlebih dahulu dibuat pengertian tanaman buah (Pamologi). Tanaman buah adalah tanaman yang menghasilkan buah yang dimakan (komsumsi) dalam keadaan segar, baik sebagai buah meja atau bahan terolah dan secara umum tidak tahan disimpan lama. Sifat produk tanaman buah adalah:
1. Mudah rusak (perishable). Buah merupakan produk tanaman hortikultura yang dikenal mudah rusak, sehingga diperlukan suatu teknologi untuk mempertahankan mutu buah.
2. Resiko besar. Buah dengan sifat mudah rusak akan berpengaruh terhadap ketersediaan dan permintaan pasar, sehingga fluktuasi harga tinggi. Misalnya perubahan cuaca, adanya serangan hama atau penyakit tertentu akan mempengaruhi produksi baik kuantitas maupun kualitas.
3. Musiman. Tanaman buah umumnya tanaman berumur panjang (prennial), sehingga berbuah adalah musiman yang berakibat tidak tersedia setiap saat. Pada musim berbuah umumnya produk melimpah, sehingga diperlukan suatu teknologi untuk dapat menampung produk tersebut.
4. Bulky. Buah umumnya mempunyai kandungan air tinggi, sehingga memerlukan ruang besar atau perlakuan khusus di dalam transportasi maupun di penyimpanan. Hal tersebut akan menyebabkan biaya tinggi.
5. Spesialisasi geografi. Tanaman buah membutuhkan agroklimat tertentu untuk menghasilkan buah dengan kuantitas dan kualitas tertentu. Misalnya: salak Bali, jeruk Siam madu Karo, duku Palembang, rambutan Binjai, dan sebagainya.
Baca Selengkapnya »»

Tuesday, August 25, 2009

PROSPEK AGRIBISNIS NILAM


Agar pengembangan agribisnis nilam dapat berjalan dengan baik maka ada 4 pilar yang satu sama lain secara bersama-sama harus saling memberikan kontribusi, antara lain: (1) pilar budidaya nilam, (2) pilar pascapanen, (3) pilar pasar, (4) pilar modal. Keempat pilar tersebut sangat erat berhubungan dengan transfer teknologi yang harus dikawal mulai dari penggunaan varietas nilam unggul, pengolahan tanah yang baik, pemupukan berimbang berdasarkan konsep uji tanah, pemeliharaan tanaman yang konsisten terutama ketersediaan air sepanjang pertumbuhan tanaman, pencegahan serangan hama dan penyakit, proses pelayuan dan pengeringan daun yang benar, teknik penyulingan yang benar. Jika transfer teknologi tersebut dilakukan dengan baik dan benar, maka rendemen minyak nilam dapat ditingkatkan sampai 3% dan kadar patchouly alkohol dalam minyak nilam dapat ditingkatkan sampai 3%. Berdasarkan 4 pilar agribisnis nilam tersebut di atas yang harus diciptakan, sehingga sangat dimungkinkan dijadikan pertimbangan sebagai suatu kemungkinan Indonesia dapat mengekspor minyak nilam secara berkelanjutan dan menjadikan Indonesia sebagai negara pengekspor minyak nilam dunia terbesar sepanjang masa.

Seiring dengan semakin meningkatnya permintaan bahan baku parfum, kosmetika, farmasi, prospek agri-business dan agro-industry nilam di Indonesia adalah negara eksportir minyak nilam terbanyak, sebab memasok lebih dari 70% pangsa pasar dunia. Di samping itu, Indonesia juga mengekspor 14 jenis minyak atsiri lainnya dari 70 jenis minyak atsiri yang sangat dibutuhkan dunia. Oleh karena itu, pemerintah, petani, pengusaha alat suling, pedagang perantara, dan eksportir sebagai faktor penentu secara bersama-sama harus menciptakan sistem agri-business dan agro-industry nilam yang dikelola secara professional yang dipastikan dapat menyangga pertumbuhan ekonomi di Indonesia, jika tidak maka peluang target dari bisnisnya sulit dicapai.

Krisis moneter yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997 telah berpengaruh pada kemunduran pertumbuhan ekonomi, sehingga dampak negatif terhadap peningkatan pengangguran, penurunan daya beli masyarakat, peningkatan harga pupuk dll. Salah satu cara untuk membangkitkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia antara lain menciptakan sistem agri-business dan agro-industry nilam secara terpadu yang berpedoman pada kemauan pihak-pihak terkait dari unsur pemerintah dan swasta secara sinergis untuk melakukan kerjasama kemitraan sehingga target dari bisnisnya dapat dengan mudah dicapai. Namun dalam waktu yang tidak terlalu lama, target agribusiness dan agro-industry nilam yang semula dilakukan di Indonesia yang hanya menghasilkan minyak nilam kotor dengan rendemen minyak 3%, kemudian diekspor langsung ke Eropa, USA, Jepang tanpa harus melalui Singapura dengan harga yang lebih mahal.

Tanpa adanya political will pemerintah dari beberapa departemen terkait (Pertanian, Perindustrian dan Perdagangan, Dalam Negeri dll) untuk saling bekerjasama dalam rangka implementasi salah satu program yaitu program agri-business dan agro-industry nilam dan program-program agribisnis lainnya, maka jangan diharap pertumbuhan ekonomi bangkit kembali. Keberlanjutan agri-business dan agro-industry nilam dapat direalisasikan selama ada jalinan kerjasama di antara Badan Litbang Pertanian untuk transfer of technology (rekomendasi pemupukan berimbang, penyediaan bibit nilam unggul nilam, pengendalian hama penyakit terpadu), petani, pengusaha alat suling, pedagang perantara, dan eksportir sebagai faktor penentu.

Ada beberapa strategi agar sistem pengelolaan agri-business dan agro-industry nilam terpadu untuk menyangga pertumbuhan ekonomi di Indonesia dapat terealisasi, antara lain:
(1) Optimalisasi fungsi Asosiasi Minyak Atsiri Indonesia; Asosiasi minyak atsiri (nilam) adalah sebagai suatu sistem organisasi, dimana anggotanya sebaiknya terdiri dari beberapa ahli (agronomi nilam, pasca panen nilam tentang pelayuan-penyulinganrefinisasi minyak nilam, menemukan klon-klon baru nilam, kesuburan tanah, konversi tanah, biologi tanah, agroklimat, dan ahli marketing) untuk berbuat sesuatu agar gagasan agri-business dan agro-industry nilam dapat direalisasikan secara berkelanjutan;
(2) Pembentukan peraturan agri-business dan agro-industry nilam; Peraturan adalah undang-undang untuk mengelola dan mengawasi agri-business dan agro-industry nilam, sehingga peraturan yang dibuat atau keterampilan yang dimiliki dapat digunakan sebagai jalan menuju keberhasilan, sehingga segala sesuatunya dapat dikendalikan untuk mencapai tujuan; meskipun peraturan yang dibuat sebagai aksi sepertinya tidak bersungguh-sungguh, tetapi sangat berarti sebagai cara untuk menghasilkan reaksi atau pengaruh yang sangat penting dalam suatu manajemen;
(3) Research and development, Research and development bertujuan untuk menemukan fakta-fakta baru atau informasi tentang dunia pernilaman antara lain rekomendasi pemupukan berimbang; Sampai saat ini, minyak nilam yang diburu adalah berasal dari Nangroe Aceh Darussalam, sebab aromanya sangat khas yang tidak dijumpai di daerah lain; Sangat beralasan jika kita dapat menemukan sesuatu bahwa aroma minyak nilam Aceh dapat diperoleh untuk tanaman nilam yang ditanam di Jawa relatif serupa di Aceh;

Peneliti nilam harus bekerja keras bahwa aroma, rendemen dan kadar patchouly alcohol adalah fungsi dari ketersediaan hara dalam jumlah optimal, iklim; Unsur hara apa yang sangat berpengaruh terhadap rendemen dan kadar patchouly alcohol dapat dilacak secara statistik dengan Principle Component Analysis; Demikian juga varietas nilam baru harus diproduksi serta dilakukan uji multi lokasi; Kemudian, sampai sejauh mana pemerintah tanggap untuk melakukan pemurnian minyak nilam, sehingga minyak nilam yang diekspor adalah bukan minyak nilam yang masih kasar, tetapi minyak nilam sudah diderivatisasi menjadi senyawa baru yang mempunyai senyawa patchouly alcohol yang berkadar 75%.

Kendala Pemasaran Minyak Nilam

Perbedaan harga minyak nilam di tingkat petani dengan pedagang pengumpul/eksportir terlalu banyak yang sampai saat ini sulit dikendalikan perbaikannya. Sesungguhnya harga minyak nilam dunia relatif stabil dengan harga cukup menjanjikan, namun harganya ditekan serendah mungkin oleh oknum yang hanya mementingkan diri sendiri tanpa membela petani dengan alasan kadar patchouly alcohol di bawah standar (30%).

Pengembangan agri-business nilam terdiri pengolahan lahan sebaiknya dilakukan dua kali supaya tanah menjadi gembur, pembuatan saluran drainase supaya kadar air dalam tanah pada kondisi di sekitar kapasitas lapang, stek yang ditanam berasal dari tanaman yang sehat, pemupukan berimbang terdiri dari hara N, P, K, Ca, Mg, S, dan unsur mikro berdasarkan konsep uji tanah, penyiangan, pemangkasan untuk menghindari kanopi untuk tidak saling menutupi karena fotosintesa tidak optimal, pembumbuan setelah panen pertama, melakukan teknik konservasi secara vegetatif dengan mulsa untuk meningkatkan kandungan C-organik tanah dan menekan gulma, dan pengendalian hama penyakit.

Pengelolaan agro-industry nilam terdiri dari dua pekerjaan masing-masing pra penyulingan dan saat penyulingan. Pengelolaan agro-industry pra penyulingan terdiri dari pengeringan dan pelayuan yang harus diperhatikan, antara lain: (1) Pengeringan jangan dilakukan terlalu cepat, sebab mengakibatkan daun menjadi rapuh dan sulit disuling; Oleh karena itu, daun dijemur di atas tikar atau lantai semen untuk memperoleh sinar matahari selama 3 hari dari jam 10.00-14.00 sampai kandungan air dalam daun turun sekitar 15% sampai penyulingan akan dimulai; (2) Pengeringan jangan terlalu lambat, sebab mengakibatkan daun menjadi lembab dan mudah terserang jamur, sehingga rendemen dan mutu minyak yang dihasilkan rendah; (3) Tebal tumpukan daun yang dijemur 50 cm dan dibalik 2-3 kali sehari. Pengelolaan agroindustry pada saat penyulingan yang harus diperhatikan antara lain: (1) Terna kering berada pada jarak tertentu di atas permukaan air; Metode ini dikenal dengan cara dikukus; (2) Jika tangki alat suling yang digunakan berkapasitas 1.150 liter maka kerapatan daun 100-150 gram/liter atau 120-150 kg/1.150 liter, di mana daun nilam dikukus dengan sistem tekanan/boiler; (3) Alat Suling dikonstruksi dari bahan stainless steel supaya diperoleh hasil minyak berwarna lebih jernih; (4) Sebelum disuling, terna kering terlebih dahulu dibasahi air supaya mudah dipadatkan; (5) Penyulingan terna kering nilam akan menyerap air sebanyak bobotnya; (6) Waktu yang diperlukan dalam penyulingan secara dikukus sekitar 5-10 jam; (7) Kecepatan penyulingan secara dikukus 0.6 kg uap/kg ternak.
Baca Selengkapnya »»

PEMBIAYAAN DAN KELAYAKAN INVESTASI BUDIDAYA PEPAYA


Deskripsi dan Asumsi
Dalam analisis finansial ini digunakan asumsi-asumsi sebagai berikut :
(a) Usaha dilakukan pada lahaan seluas 0,5 Ha. Komponen lahan diperhitungkan sebagai sewa.
(b) Usaha dilakukan dengan prioritas utama sebagai penghasil buah meja, sedangkan pengolahan getah menjadi raw papain dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan nilai tambah.

(c) Produksi papain diperhitungkan sebesar 23,75 kg pada tahun pertama dan masing-masing sebesar Rp 95 kg pada tiga tahun berikutnya.
(d) Harga jual papain diperhitungkan Rp 270.000.000 (data e-mail dari China menyatakan bahwa harga raw papain pada tahun 1999 sebesar $US 30 - $US 40 kg dan harga pure papain mencapai $US 100). Harga pepaya diperhitungkan Rp. 750,00 per kg.
(e) Pembiayaan usaha berasal dari modal sendiri dan pinjamaan bank. Struktur pendanaan mengikuti struktur yang umum yakni 35% berasal dari modal sendiri dan 65% dari pinjaman bank. Bunga pinjaman diperhitungkan 18% (kredit investasi) dan 21% (kredit modal kerja).
(f) Pajak usaha diperhitungkan sesuai aturan yang bersifat progresif (pajak progresif) dengan ketentuan bahwa pajak dari laba usaha hingga sebesar 25 juta rupiah adalah sebesar 10%, sisaan berikutnya hingga sebesar 50 juta rupiah dikenakan sebesar 15%, dan sisaan berikutnya dikenakan sebesar 30%.

Pembiayaan
Biaya investasi meliputi biaya bangunan, peralatan dan pengadaan (sewa) lahan. Rincian biaya investasi disajikan selengkapnya pada Tabel Lampiran B-1. Biaya investasi yang diperlukan bagi usaha budidaya pepaya skala usaha 0,5 Ha dan pengolahan papain sebesar Rop. 14.565.600,00. Dengan modal kerja selama 3 bulan sebesar Rp. 7.766.150,00 maka kebutuhan modal awal yang diperlukan sebesar Rp. 22.331.750,00. Dengan struktur pendanaan 35% : 65%, maka modal sendiri yang harus disiapkan pada awal usaha sebesar Rp. 7.816.112,50 sedangkan sisanya (Rp. 14.515.637,50) diperoleh melalui pinjaman bank.

Proyeksi Keuntungan
Pada tahun pertama, usaha budidaya pepaya dan pengolahan papain belum dapat menghasilkan laba. Hal ini dapat dimaklumi mengingat bahwa pada tahun pertama sebagian besar intensitas usaha masih berada pada tahap pra produksi. Intensitas penyadapan masih relatif rendah. Demikian pula pemanenan dan penjualan buah.
Laba bersih baru dapat dihasilkan secara signifikan mulai tahun kedua. Dengan asumsi bahwa harga jual buah pepaya dan papain konstan (tidak meningkat), maka laba bersih (setelah dipotong pajak) yang dapat dihasilkan sebesar Rp. 53.123.251,02 (tahun kedua) dan masing-masing sebesar Rp. 51.646.981,68 (tahun ketiga dan tahun keempat).

Kelayakan Finansial
Berdasarkan perhitungan selama empat tahun terakhir umur proyek diperoleh nilai NPV pada tingkat suku bunga 21% yang relatif tinggi, yakni sebesar Rp. 77.181.647,72. Bahkan melalui interpolasi didapatkan nilai usaha budidaya pepaya dan pengolahan papain mampu bertahan dalam suku bunga pinjaman yang tinggi.
Nilai rasio BC juga relatif tinggi, yakni sebesar 5,37. Hal ini mengidentifikasikan bahwa usaha ini relatif efisien dan dapat memberikan keuntungan hampir sebesar 5,5 kali biaya produksinya.
Nilai ROI yang didapatkan dari usaha ini sebesar 361,2%. Hal ini berarti bahwa lamanya modal usaha akan kembali pada setiap tahunnya (mulai tahun kedua) sebesar 251,2% atau hanya sekitar 4,6 bulan. Periode pengembalian juga relatif singkat, yakni 1,38 tahun.
Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat pengaruh perubahan tampak bahwa usaha ini masih menunjukan indikator kelayakan yang relatif bagus pada berbagai perubahan variabel usaha. Hal ine menegaskan bahwa usaha budidaya pepaya dan papain layak untuk direalisasikan.

Kelayakan Ekonomi
Realisasi usaha ini akan memberika kontribusi berupa kesempatan kerja bagi 5 orang tenaga kerja. Selain itu realisasi ini juga akan memberikan sumbangan kepada daerah secara langsung dalam bentuk pajak usaha. Pajak usaha kumulatif yang dapat diterima daerah dari usaha buidaya pepaya dan pengolahan papain skala usaha 0,5 Ha sebesar Rp. 29.663.762,16.
Baca Selengkapnya »»

Tuesday, January 20, 2009

KOPERASI DAN KORPORASI AGRIBISNIS


Institutional building sebagai prasyarat keharusan dalam pengembangan agribisnis yang bagian terbesar pelakunya petani “kecil dan gurem” adalah bangun koperasi dan korporasi agribisnis. Secara substansial, upaya kelembagaan tersebut pada dasarnya dapat dipandang sebagai langkah menuju rekonstruksi ulang dalam penguasaan dan akses sumberdaya produktif di bidang pertanian, terutama berkaitan dengan pengembangan agribisnis. Koperasi lebih merupakan soft-step reconstruction, sementara korporasi lebih merupakan rekonstruksi yang lebih “radikal”, atau hard-step reconstruction.

Bangun kelembagaan koperasi dipandang salah satu sosok yang tepat, mengingat entitas tersebut berciri sebagai asosiasi (perkumpulan orang/petani), badan usaha dan juga sebagai suatu gerakan (untuk melawan penindasan ekonomi dan ketidakadilan sistem pasar). Sejarah koperasi di Indonesia memang penuh dengan romantika sebagai akibat “terlampau kuatnya” dukungan pemerintah dalam kurun waktu yang cukup lama, sehingga dalam banyak hal menjadikan sosok koperasi di Indonesia sempat “kehilangan” jati dirinya. Di kalangan masyarakat sendiri, masih beragam pendapat tentang eksistensi koperasi dalam sistem ekonomi Indonesia saat ini. Sebagian apatis, sehingga memerlukan pengkajian ulang mengenai eksistensi koperasi dalam sistem ekonomi Indonesia. Sebagian lain memandang koperasi sebagai entitas yang perlu dikembangkan, walaupun seadanya saja. Sementara itu, berbagai pendapat lain merasa penting untuk mengembangkan koperasi sebagai sosok kelembagaan ekonomi yang kokoh bagi pemberdayaan masyarakat. 

Pendapat terakhir ini meyakini bahwa koperasi sebagai upaya kelembagaan dapat merupakan instrumen bagi upaya restrukturisasi ekonomi pertanian, untuk mewujudkan keseimbangan dalam penguasaan sumber-sumber ekonomi pertanian. Ada dua argumen yang melandasi pendapat ini, yaitu (a) secara kolektif, koperasi dapat menghimpun para pelaku ekonomi pertanian dalam menjual produk-produk yang dihasilkannya dengan posisi tawar yang baik, dan (b) koperasi secara organisasi dapat menjadi wadah yang bertanggungjawab bagi kebutuhan pengadaan saprotan maupun kebutuhan lain secara bertanggungjawab pula.

Walaupun demikian, ke depan, usaha-usaha untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi bagi pengembangan agribisnis di perdesaan tahap awal tetap masih membutuhkan “ulur tangan” (kebijakan pemihakan) pemerintah secara langsung, akan tetapi dengan pengertian bentuk “ulur tangan” pemerintah tersebut harus ditempatkan dalam upaya pengembangan iklim berusaha yang sesuai. Misalnya, pengembangan program dan metoda penyuluhan pertanian yang diarahkan kepada upaya pengembangan orientasi dan kemampuan kewirausahaan, yang lebih mencakup substansi manajemen usaha dan penyesuaian terhadap materi-materi di bidang produksi dan pemasaran. Dalam hubungan ini maka pola magang dan sistem pencangkokan manajer dapat menjadi alternatif yang dipertimbangkan.

Masalah kelangkaan kapital yang seringkali menjadi kendala pengembangan agribisnis memerlukan kebijakan secara lebih hati-hati. Pemberian kredit yang murah seringkali justru dapat berakibat buruk bagi perkembangan kegiatan usaha dalam jangka panjang, jika tidak diikuti dengan upaya-upaya pengendalian yang baik. Alternatif yang dinilai lebih sesuai adalah dengan mengembangkan koperasi agribisnis yang menyediakan fasilitas kredit yang mudah, yaitu kredit yang memiliki kemudahan dalam perolehannya, kesesuaian dalam jumlah, waktu serta metode peminjaman dan pengembaliannya. Disamping itu pemberian kredit tersebut perlu di atur sedemikian sehingga kemungkinan reinvestasi dan keberhasilan usaha dapat lebih terjamin. Dalam hal ini bentuk supervised credit dapat menjadi alternatif model pemberian kredit. Banyak contoh sukses koperasi kredit di bidang agribisnis yang kuat dan besar, seperti Credit Agricole di Perancis, Rabobank di Belanda, dan lain-lain.


Pengembangan agribisnis dengan agro-industri perdesaan juga perlu didukung oleh kelembagaan yang sesuai, mengingat karakteristiknya yang sangat beragam. Dalam kelembagaan usaha tersebut misalnya, perlu dikaji kombinasi optimal dari penguasaan dan pemanfaatan skala usaha dengan efisiensi unit usaha, sesuai dengan sifat kegiatan yang dilakukan. Salah satu contoh, jika kegiatan agroindustri memang akan lebih efisien apabila dilakukan dalam skala yang relatif kecil, maka pengembangan kegiatan usaha individual perlu didorong. Akan tetapi untuk kegiatan pengangkutan yang memerlukan skala kegiatan yang lebih besar, perlu dipertimbangkan suatu unit kegiatan yang sesuai pula. Dengan demikian, dimungkinkan terjadinya kondisi dimana kegiatan agroindustri dilakukan secara individual (tidak harus dipaksakan berada dalam unit kegiatan koperasi misalnya), tetapi para agroindustriawan tersebut bersama-sama membentuk koperasi, atau unit usaha koperasi dalam bidang pengangkutan. 

Hal-hal semacam memerlukan penelaahan lebih lanjut secara mendalam, dikaitkan dengan sosok spesifik unit usaha yang dikembangkan dalam koperasi agribisnis tersebut. Oleh karena itu, dalam operasionalisasi pengembangan agribisnis/agroindustri di tingkat lokalita (kawasan perdesaan) akan dijumpai pula kondisi yang sangat beragam baik dari segi agroekosistem, sarana dan prasarana maupun kondisi sosial budayanya. Keragaman-keragaman tersebut jelas menghendaki rancang bangun kelembagaan yang mampu mengoptimalisasikan kinerja manajemen maupun teknologi. Dalam hal ini, beberapa contoh berkembangnya model-model kelembagaan agribisnis seperti SPAKU, KUBA, Desa Cerdas Teknologi, ULP2, Gerakan Kemitraan, Inkubator, Klinik Tani/Agribisnis, Asosiasiasosiasi Petani, pemanfaatan tenaga-tenaga perekayasa profesional yang berfungsi sebagai konsultan dan nara sumber, harus dipandang sebagai langkah esensial untuk mengakumulasikan modal sosial (social capital) yang harus terus-menerus didorong sebagai embrio dalam mewujudkan institutional building yang akan memperkokoh posisi tawar petani dalam agribisnis.

Dalam pada itu, korporasi petani dalam bidang agribisnis telah menjadi wacana dan diskusi publik sebagai suatu institutional building. Pesan yang lebih menonjol adalah pada lingkungan petani perkebunan (khususnya tebu-gula di BUMN perkebunan) di Jawa Timur. Pertanyaan mendasar yang muncul adalah: Apakah pola BUMN perkebunan seyogyanya diprivatisasi menjadi swasta murni seperti kecenderungan yang ada, ataukah mengembangkan alternatif berupa korporasi masyarakat (petani) sebagai pemilik utama perkebunan tersebut? Banyak argumen yang membimbing kecenderungan rekonstruksi agribisnis tebu-gula tersebut, antara lain (a) besarnya biaya produksi kebun tebu, 60-70 persen, (b) memudarnya persenyawaan kepentingan antara subyek petani/rakyat, pemerintah/principal dan manajemen BUMN, (c) lemahnya reinvestasi baru yang dilakukan BUMN, (d) institusi korporasi dianggap paling tepat dalam penyelesaian asymetric power yang selama ini terjadi, (e) the best product hanya akan dihasilkan oleh the best community, (f) rigiditas pabrik dan fleksibilitas pilihan pemanfaatan lahan petani.


Korporasi masyarakat (petani agribisnis) pada dasarnya adalah perusahaan yang dimiliki oleh masyarakat (petani agribisnis). Korporasi masyarakat pada dasarnya akan menjadi kuat manakala memanfaatkan segenap social capital yang ada pada masyarakat tersebut. Contoh yang dikemukakan adalah pelajaran dari pengalaman empirik perusahaan American Crystal Sugar Company (ACSC) yang dibeli oleh 1300 petani pada tahun 1973 melalui NYSE senilai US$ 86 juta. Sejak saat itu, ACSC berkembang pesat, baik dalam areal, produksi, rendemen, kepemilikan petani, dan joint ventures. Demikian pula, pelajaran yang dikembangkan di Malaysia dalam merestrukturisasi kepemilikan saham melalui skema Amanah Saham Nasional tampaknya dapat menjadi bahan pengkajian.

Mengembangkan kelembagaan-kelembagaan di atas sebagai landasan gerak pengembangan agribisnis bagi para petani di perdesaan bukanlah merupakan hal yang mudah dan sederhana. Dibutuhkan dukungan kebijakan pemihakan yang lebih kuat, tidak cenderung berorientasi kepada yang kuat, tetapi lebih kepada yang lemah dan yang kurang berdaya (the under privileged). Kebijakan yang bersifat “netral” saja tidak cukup dalam pembangunan pertanian dan agribisnis, karena dibutuhkan pemahaman dan kepedulian akan masalah yang dihadapi oleh rakyat (petani) yang merupakan bagian terbesar di lapisan bawah. Untuk itu, pemerintahan memang harus mampu mengatasi hambatan psikologis, karena seringkali birokrasi strata atas di banyak negara berkembang seperti Indonesia umumnya merupakan kelompok elit suatu bangsa, yang tidak selalu tanggap dan mudah menyesuaikan diri atau mengasosiasikan diri dengan rakyat yang miskin dan terbelakang
Baca Selengkapnya »»

UPAYA MEMBERDAYAKAN PETANI



Upaya mewujudkan pembangunan pertanian (agribisnis) masa mendatang adalah sejauh mungkin mengatasi masalah dan kendala kritikal yang sampai sejauh ini belum mampu diselesaikan secara tuntas sehingga memerlukan perhatian yang lebih serius. Satu hal yang sangat kritis adalah bahwa meningkatnya produksi pertanian (agribisnis) selama ini belum disertai dengan meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani secara signifikan. Petani sebagai unit agribisnis terkecil belum mampu meraih nilai tambah yang rasional sesuai skala usaha tani terpadu (integrated farming system). Oleh karena itu persoalan membangun kelembagaan (institution) di bidang pertanian dalam pengertian yang luas menjadi semakin penting, agar petani mampu melaksanakan kegiatan yang tidak hanya menyangkut on farm bussiness saja, akan tetapi juga terkait erat dengan aspek-aspek off farm agribussinessnya.

Jika ditelaah, walaupun telah melampaui masa-masa kritis krisis ekonomi nasional, saat ini sedikitnya kita masih melihat beberapa kondisi yang dihadapi petani di dalam mengembangkan kegiatan usaha produktifnya, yaitu:

  • Akses yang semakin kurang baik terhadap sumberdaya (access to resources), seperti keterbatasan aset lahan, infrastruktur serta sarana dan prasarana penunjang kegiatan produktif lainnya;



  • Produktivitas tenaga kerja yang relatif rendah (productive and remmunerative employment), sebagai akibat keterbatasan investasi, teknologi, keterampilan dan pengelolaan sumberdaya yang effisien;



  • Perasaan ketidakmerataan dan ketidakadilan akses pelayanan (access to services) sebagai akibat kurang terperhatikannya rangsangan bagi tumbuhnya lembaga-lembaga sosial (social capital) dari bawah;



  • Kurangnya rasa percaya diri (self reliances), akibat kondisi yang dihadapi dalam menciptakan rasa akan keamanan pangan, pasar, harga dan lingkungan.

Secara klasik sering diungkapkan bahwa penyebab utama ketimpangan pendapatan dalam pertanian adalah ketimpangan pemilikan tanah. Hal ini adalah benar, karena tanah tidak hanya dihubungkan dengan produksi, tetapi juga mempunyai hubungan yang erat dengan kelembagaan, seperti bentuk dan birokrasi dan sumber-sumber bantuan teknis, juga pemilikan tanah mempunyai hubungan dengan kekuasaan baik di tingkat lokal maupun di tingkat yang lebih tinggi. Manfaat dari program-program pembangunan pertanian di perdesaan yang datang dari “atas” tampaknya hanya jatuh pada kelompok pemilik tanah, sebagai lapisan atas dari masyarakat desa. Sebagai contoh, program kredit dengan jaminan tanah serta bunga modal, subsidi paket teknologi produksi, bahkan kontrol terhadap distribusi pengairan dan pasar lokal juga dilakukan oleh kelompok ini. Di lain pihak, pelaksanaan perubahan seperti landreform, credit reform dan sebagainya yang memang secara substansial diperlukan sebagai suatu cara redistribusi asset masih merupakan isu yang kurang populer. Berbagai langkah terobosan sebagai suatu upaya kelembagaan guna memecahkan permasalahan di atas yang dikembangkan seperti pengembangan sistem usahatani sehamparan, pola PIR dan sebagainya, sama sekali belum memecahkan problem substansial yang oleh Boeke diungkapkan sebagai "dualisme".

Dalam pada itu, karakteristik perdesaan seringkali ditandai dengan pengangguran, produktifitas dan pendapatan rendah, kurangnya fasilitas dan kemiskinan. Masalah-masalah pengangguran, setengah pengangguran dan pengangguran terselubung menjadi gambaran umum dari perekonomian saat ini. Pada waktu yang sama, terjadi pula produktifitas yang rendah dan kurangnya fasilitas pelayanan penunjang. Rendahnya produktifitas merupakan ciri khas di kawasan perdesaan. Pada umumnya, sebagian besar petani dan para pengelola industri perdesaan, bekerja dengan teknologi yang tidak berubah. Investasi modal pada masa sebelum krisis lebih banyak diarahkan pada industri perkotaan daripada di sektor pertanian perdesaan. Sebagai konsekuensinya, perbedaan produktifitas antara petani perdesaan dengan pekerja industri perkotaan semakin besar senjangnya. Hal ini merupakan masalah yang banyak dibicarakan dalam menyoroti ketimpangan antara perkotaan dan perdesaan, pertanian dan bukan pertanian.

Pelayanan publik bagi adaptasi teknologi dan informasi terutama untuk petani pada kenyataannya sering menunjukkan suasana yang mencemaskan. Di satu pihak memang terdapat kenaikan produksi, tetapi di lain pihak tidak dapat dihindarkan terjadinya pencemaran lingkungan, terlemparnya tenaga kerja ke luar sektor pertanian yang tidak tertampung dan tanpa keahlian/ketrampilan lain, ledakan hama karena terganggunya keseimbangan lingkungan dan sebagainya. Manfaat teknologipun seringkali masih dirasakan lebih banyak dinikmati pemilik aset sumberdaya (tanah) sehingga pada gilirannya justru menjadi penyebab utama dalam mempertajam perbedaan pendapatan dan mempercepat polarisasi dalam berbagai bentuk. Perasaan ketidak-amanan dan kekurang-adilan akibat berbagai kebijakan dan kebocoran (misalnya kasus impor illegal, dumping, pemalsuan dan ketiadaan saprotan, keracunan lingkungan, jatuhnya harga saat panen dan lainnya) seringkali menjadi pelengkap rasa tidak percaya diri (dan apatisme berlebihan) pada sebagian petani.

Tinjauan holistik dengan memperhatikan kondisi berbagai aspek kehidupan pertanian dan perdesaan seperti diuraikan disini, menunjukkan bahwa inti esensi dari proses pembangunan pertanian dan perdesaan adalah transformasi struktural masyarakat perdesaan dari kondisi perdesaan agraris tradisional menjadi perdesaan berbasis ekologi pertanian dengan pengusahaan bersistem agribisnis, yang menjadi inti dari struktur ekonomi perdesaan yang terkait erat dengan sistem industri, sistem perdagangan dan sistem jasa nasional dan global.

Mencermati situasi di atas, jelas sangat diperlukan upaya-upaya pengembangan agribisnis yang lekat dengan peningkatan pemberdayaan (empowering) masyarakat agribisnis terutama skala mikro dan kecil dalam suatu kebijakan yang “berpihak”. Keberpihakan kebijakan semacam itu sangat (baca: mutlak) diperlukan untuk mengatasi berbagai kendala dan tantangan pengembangan agribisnis yang berorientasi ekonomi kerakyatan, keadilan, dan sekaligus meningkatkan daya saing dalam iklim “kebersamaan” pelaku-pelaku ekonomi lainnya. Untuk itu, sebagai prasyarat keharusan diperlukan suatu iklim kebijakan yang mendorong terbangunnya institusi (kelembagaan) yang mampu meningkatkan posisi petani menjadi bagian dari suatu kebersamaan entitas bisnis, baik dalam bentuk kelompok usaha bersama, koperasi, korporasi (community corporate) ataupun shareholder. Upaya kelembagaan tersebut diyakini akan dapat menjadi nilai (value) baru, semangat baru bagi petani untuk terutama dapat melonggarkan keterbatasanketerbatasannya, seperti akses terhadap sumberdaya produktif (terutama lahan), peningkatan produktivitas kerja, akses terhadap pelayanan dan rasa keadilan, serta meningkatkan rasa percaya diri akan lingkungan yang aman, adil dan transparan.

Manifestasi dan implementasi dari upaya kelembagaan tersebut pada dasarnya bukanlah mudah dan sederhana. Sebagai suatu rules atau nilai dan semangat baru dalam pembangunan pertanian ke depan, seyogyanya mengandung berbagai ciri pokok dan mendasar. Pertama, upaya kelembagaan tersebut diharapkan menjadi pendorong terciptanya the same level playing field bagi petani dan pelaku ekonomi lainnya, berdasarkan “aturan main” yang fair, transparent, demokratis dan adil. Kedua, upaya kelembagaan tersebut mampu mendorong peningkatan basis sumberdaya, produktivitas, efisiensi dan kelestarian bagi kegiatan-kegiatan produktif pertanian, yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Baca Selengkapnya »»

Thursday, January 01, 2009

TANAMAN DAN JENIS IRIGASI MIKRO YANG SESUAI


Lahan kering menjadi salah satu tumpuan harapan pengembangan pertanian masa depan karena merosotnya areal lahan irigasi dan ketersediaan air irigasi. Salah satu cara pengairan yang kini dinilai cukup hemat air namun efektif dan efisien untuk meningkatkan produktivitas lahan kering ialah teknologi irigasi mikro. Ada beberapa jenis model dalam sistim irigasi mikro dan untuk pemilihan mana yang cocok diaplikasikan pada tanaman tertentu perlu mengacu pada contoh pengalaman atau hasil-hasil pengujian.

Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Situgadung, Tangerang yang telah ikut mengembangkan teknik dan peralatan irigasi mikro, menurut informasi Joko Wiyono juga melakukan pengujian jenis irigasi mikro yang mana yang cocok untuk tanaman tertentu di lahan kering dengan hasil yang optimal atau terbaik. Mereka mengujinya di kawasan Serpong, Banten, di Lampung dan bahkan juga di lahan pasang surut (di Kalimantan Selatan) yang bisa kekurangan air pada musim kemarau.

Di antara tanaman yang diuji dengan aplikasi irigasi mikro adalah cabai, jagung manis, kacang tanah, dan jahe.
Teknik irigasi mikro yang melakukan pembasahan tanah terbatas di sekitar perakaran tanaman itu ada beberapa jenis, yakni irigasi tetes (drip irrigation), dan irigasi curah yang terdiri dari jenis penyemprot mini (micro-spray) dan pemercik mini (mini-sprinkler). Irigasi tetes meneteskan air melalui lubang berdiameter kecil atau sangat kecil pada pipa penyalur air. Penyemprot mini mencurahkan air di sekitar perakaran dengan diameter pembasahan 1-4 m, dan pemercik mini mencurahkan air di sekitar perakaran dengan diameter pembasahan hingga l0 m.

Secara umum dikemukakan bahwa tanaman yang cocok diairi dengan sistem irigasi tetes adalah tanaman yang penanamannya tidak terlalu rapat seperti cabai dan jagung manis. Untuk yang jarak tanamnya rapat, irigasi tetes menjadi kurang efisien. Sedangkan irigasi curah, yakni penyemprot dan pemercik mini yang tingginya bisa mencapai 1,5 m dan radius penyiraman sampai 10 m cocok diaplikasikan pada tanaman sayuran dan palawija yang tidak terlalu tinggi tegakannya.

Uji coba irigasi tetes di kawasan Serpong menunjukkan keseragaman tetesan mencapai 89% pada tanaman cabai dan 88% pada jagung, Sedangkan irigasi curah mencapai keseragaman curahan 89,9%. Dari segi keseragaman ini, kedua sistim termasuk kategori baik.
Baca Selengkapnya »»

TANYA-JAWAB DASAR-DASAR MANAJEMEN USAHATANI



  1. Apa yang dimaksud dengan usahatani ?
Jawab :
a. Menurut Bachtiar Rivai (1980) usahatani adalah organisasi dari alam, kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian.
b. Menurut A.T.Mosher (1966) usahatani adalah sebagian dari permukaan bumi di mana seorang petani, sebuah keluarga tani atau badan usaha lainnya bercocok tanam atau memelihara ternak.
c. Menurut J.P.Makeham dan R.L.Malcolm (1991) usahatani (farm management) adalah cara bagaimana mengelola kegiatan-kegiatan pertanian.



  1. Bagaimana potret usahatani di Indonesia ?

Jawab :
a. Adanya lahan, tanah usahatani yang di atasnya tumbuh tanaman, dibuat kolam, tambak, sawah, atau tegalan.
b. Ada bangunan berupa rumah petani, gudang, kandang, lantai jemur dll.
c. Ada alat-alat pertanian seperti cangkul, parang, garpu, linggis, sprayer, traktor, pompa air dll.
d. Ada pencurahan kerja untuk mengolah lahan, menanam, memelihara dll.
e. Ada kegiatan petani yang menetapkan rencana usahatani, mengawasi jalannya usahatani, dan menikmati hasil usahataninya.



  1. Apa ciri-ciri perbedaan usahatani dan industri ?

Jawab :
No.
Ciri
Usahatani
Industri
1.


2.


3.
4.


5.
6.
Tenaga kerja/ penggerak
Proses produksi


Pengelolaan
Cara pengambilan keputusan
Standarisasi
Perputaran modal
Biologis, manusia/ternak/mekanik
Di alam terbuka, ter-gantung alam
Sederhana
Cepat, tepat


Sulit
Lama
Mekanik/mesin-mesin


Di ruangan


Tdk tergantung alam
Jangka panjang


Mudah
Cepat


  1. Apa ciri-ciri perbedaan usahatani dan perkebunan ?

Jawab :
No.
Ciri
Usahatani
Perkebunan
1.
2.


3.


4.


5.
6.


7.
Lahan
Status lahan


Pengelolaan


Jenis tanaman


Teknologi
Cara budidaya


Sistem permodal-an.
Sempit
Milik, sewa, sakap


Oleh petani sendiri, sederhana
Campuran atau mono-kultur pangan
Sederhana
Tradisional


Padat karya


Luas
Hak guna usaha (HGU), milik swasta
Seluruhnya tenaga upah, rumit
Tanaman perdagangan monokultur
Modern
Selalu mengikuti per-kembangan teknologi.
Padat modal





  1. Jelaskan dua peranan penting petani ?

Jawab :
Menurut A.T.Mosher (1966) dua peranan penting petani adalah :

  1. Sebagai juru tani (cultivator)


  2. Sebagai pengelola (manajer)




  1. Jelaskan dua tugas utama yang dihadapi petani dalam upaya mencapai tujuan ?

Jawab :
Dua tugas utama petani :

  1. Bagaimana sebaiknya memasukkan teknologi baru ke dalam usahatani


  2. Bagaimana menyesuaikan manajemen sumber daya yang ada dengan terus berubahnya biaya, harga dan iklim dengan cukup fleksibel secara mental maupun dari segi keuangan.




  1. Jelaskan masalah-masalah manajemen usahatani di Asia termasuk di Indonesia ?

Jawab :
Masalah-masalah manajemen usahatani di Asia :

  1. Kecilnya skala usahatani


  2. Usahatani sebagai suatu rumah tangga


  3. Kekurangan modal


  4. Pengangguran tersembunyi


  5. Kesukaran dalam penerapan teknologi


  6. Kurangnya supply bahan-bahan yang diperlukan


  7. Rendahnya tingkat kecakapan mengelola


  1. Hal-hal lain, komunikasi, pasar, buta huruf, kurangnya rangsangan, pelayanan penyuluhan, aspek sosial, politik dan ekonomi.




  1. Hal-hal apa yang menyebabkan perbandingan manusia dan lahan pertanian (man-land ratio) di Asia tidak menguntungkan ?

Jawab :
Hal yang menyebabkan man-land ratio tidak menguntungkan :

  1. Kecilnya usahatani


  2. Rendahnya produktifitas per orang


  3. Kelebihan tenaga kerja


  4. Lemahnya keuangan petani


  5. Ruang gerak perluasan usahatani terbatas




  1. Jelaskan 4 subsistem agribisnis ?

Jawab:
Ada 4 subsistem agribisnis yaitu :

  1. Subsistem sarana produksi pertanian


  2. Subsistem kegiatan produksi


  3. Subsistem agroindustri


  4. Subsistem pemasaran hasil




  1. Siapakah pelaku kegiatan agribisnis di Indonesia :

Jawab :
Pelaku kegiatan agribisnis di Indonesia :
a. BUMN b. Swasta c. Petani/kelompok tani d. Koperasi



  1. Tantangan-tantangan apakah yang dihadapi agribisnis dalam era agroindustrialisasi ?

Jawab :
Tantangan yang dihadapi agribisnis dalam era agroindustrialisasi adalah :

  1. Kepadatan dan penyebaran penduduk


  2. Pengelolaan sumber daya alam


  3. Rekayasa teknologi dan peningkatan efisiensi


  4. Pembinaan pembangunan dan investasi


  5. Pemerataan dan kesenjangan sosial



  1. Penyebaran penduduk di Indonesia tidak merata. Jelaskan !

Jawab :
Dari sekitar 200 juta jiwa penduduk di Indonesia, diperkirakan 58,1 % bermukim di Jawa, dan sisanya sebesar 41,9 % bermukim di luar Jawa.
Data tahun 1990 menunjukkan bahwa kepadatan tertinggi masih terdapat di Jawa dengan tingkat kepadatan sebesar 826 jiwa/km2, di Sumatra 80 jiwa/km2, Sulawesi 67 jiwa/km2, Kalimantan 17 jiwa/km2, dan wilayah lainnya sebesar 24 jiwa/km2.



  1. Jelaskan upaya yang ditempuh untuk mengatasi kurang efisiennya produksi pertanian terkait dengan kecilnya skala usaha !

Jawab :
Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk mengatasi inefisiensi akibat kecilnya skala usahatani adalah dengan melalui pendekatan PIR, pendekatan kerjasama kelompok sehamparan seperti program INSUS dan SUPRA INSUS maupun pendekatan BAPAK ANGKAT.



  1. Sebutkan sumber investasi untuk pembangunan pertanian di Indonesia !

Jawab :
Sumber investasi diperoleh dari 3 sumber yaitu :

  1. Tabungan pemerintah


  2. Tabungan masyarakat


  3. Dana dari luar negeri




  1. Produk pertanian bersifat cepat membusuk dan bervolume besar (perishable dan voluminous). Jelaskan upaya yang dapat ditempuh untuk mengatasi hal tersebut !

Jawab :
Upaya untuk mengatassi produk pertanian yang cepat membusuk dan bervolume besar adalah :

  1. Penanganan pasca panen


  2. Penyimpanan hasil dengan cara benar


  3. Pengolahan hasil pertanian


  4. Pengangkutan yang lancar


  5. Memperlancar pemasaran




  1. Jelaskan arah pembangunan pertanian dalam era agroindustrialisasi di Indonesia !

Jawab :
Arah pembangunan pertanian dalam era agroindustrialisasi di Indonesia :

  1. Penyediaan pangan


  2. Dukungan kepada sector industri


  3. Dukungan pada peningkatan eksport


  4. Dukungan bagi pemerataan pembangunan dan pendapatan


  5. Pembinaan usahatani dan kelembagaan


  6. Dukungan dalam melestarikan lingkungan




  1. Agroindustri yang dikembangkan di pedesaan harus berpijak pada beberapa pertimbangan. Jelaskan !

Jawab :
Dasar pertimbangan pengembangan agroindustri di pedesaan adalah :

  1. Prinsip keunggulan komparatif


  2. Tingkat keterampilan masyarakat dalam memantapkan jenis industri pengolahan yang telah dikenal lingkungannya


  3. Tersedianya bahan baku yang berkesinambungan


  4. Tersedianya fasilitas kredit dengan bunga ringan bagi masyarakat pedesaan


  5. Tersedianya prasarana dan fasilitas pelayanan di pedesaan.




  1. Mengapa reorientasi dalam pengembangan eksport komoditi pertanian perlu dilakukan ?

Jawab :
Reorientasi dalam pengembangan eksport komoditi pertanian perlu dilakukan sebab :

  1. Komoditi pertanian harus dapat meningkatkan nilai tambah dengan mengembangkan teknologi pengolahan


  2. Diversivikasi komoditi eksport, mata dagangan eksport komoditi pertanian diperluas, baik dengan komoditi baru maupun dengan penganekaragaman jenis produk-produk eksport.


  3. Pengembangan diversifikasi pasar, dengan usaha penerobosan pada pasar-pasar non tradisional.


  4. Dilandasi oleh kajian keunggulan komparatif komoditi dan telaahan peluang besar internasional.


  5. Dapat meningkatkan perekonomian di pedesaan, menambah pendapatan petani, memperluas penciptaan kesempatan kerja dan menaikkan nilai tambah.




  1. Jelaskan peran dan prospek agribisnis dalam era agroindustrialisasi !

Jawab :
Peran dan prospek agribisnis dalam era agroindustrialisasi adalah :

  1. Kegiatan agribisnis merupakan perekat bidang singgung antara sector pertanian dengan sector lainnya.


  2. Kegiatan agribisnis berpotensi tinggi untuk menampung dan bahkan menciptakan lapangan kerja baru


  3. Menciptakan landasan yang kokoh bagi perluasan ekspor non migas


  4. Meningkatkan pendapatan petani dan nelayan


  5. Kegiatan agribisnis sangat mengandalkan keberadaan sumber daya alam pertanian yang bersifat renewable resources.




  1. Jelaskan bentuk pelanggaran dalam pelestarian lingkungan di sektor pertanian !

Jawab :
Bentuk pelanggaran dalam pelestarian lingkungan di sector pertanian antara lain :

  1. Penggunaan bahan kimia dan antibiotik dosis tinggi pada pemupukan.


  2. Penanggulangan hama penyakit.


  3. Penggunaan sumber daya alam yang berlebihan.




  1. Jelaskan kendala dalam pengembangan agribisnis !

Jawab :
Kendala dalam pengembangan agribisnis adalah :

  1. Keterkaitan antar sektor seringkali luput dari perhatian kita


  2. Potensi permintaan pasar seringkali diabaikan


  3. Rekayasa teknologi masih sederhana


  4. Pengendalian mutu belum terorganisasi


  5. Iklim usaha belum kondusif menunjang kegiatan agribisnis


  6. Keterbatasan kualitas sumber daya manusia.


Baca Selengkapnya »»