PARIWARA

Your Ad Here

Tuesday, December 25, 2012

KOMPONEN POKOK KUALITAS PRODUK PASCAPANEN HORTIKULTURA


Komponen pokok dalam kualitas produk panenan hortikultura, yaitu: 
  1. Kualitas penampilan (Visual). Tingkat kepentingan tiap komponen kualitas tergantung pada peruntukan terhadap komoditi bersangkutan. Komponen kualitas bagi bunga potong ditekankan pada kualitas penampilan atau penampakan. Beberapa cacat dapat mempengaruhi nilai kualitas penampilan produk panenan hortikultura. Cacat morfologi yang meliputi pertunasan (pada kentang, bawang), perpanjang disertai pembengkokan (pada asparagus dan bunga potong), berkecambahnya biji (pada tomat, cabe), tumbuhnya tunas-tunas kecil (pada selada, kubis), mekarnya bunga (pada brokoli, kol kembang) dan lain-lain. Cacat fisik meliputi layu dan mengkerut pada semua komoditi panenan, dan juga mengering pada bagian dalam komoditi, terutama pada buah. Sedangkan cacat akibat kerusakan mekanik dapat disebabkan karena tusukan, luka dan goresan, terbelah, terhimpit, dan tergesek, serta luka memar.
  2. Kualitas Tekstur. Tekstur komoditi panenan hortikultura sangat menentukan kualitas makanan dan masakan (bentuk olahan), sehingga tekstur merupakan faktor yang diperlukan untuk mempertahankan produk dari cekaman selaman proses penanganan pasca panen terutama pengiriman. Buah-buah yang lunak tidak dapat dikirim hingga jarak yang jauh tanpa adanya kehilangan produk dalam jumlah cukup akibat luka fisik. Untuk mengantisipasi kenyataan tersebut, maka terhadap buah yang bertekstur lunak dipanen pada kondisi di bawah tingkat kematangan yang optimal. 
  3. Kualitas Rasa (Flavour). Kualitas rasa tentunya akan melibatkan kerja indera perasa terhadap senyawa terkandung dalam produk yang mempengaruhi rasa maupun aroma. Namun demikian kualitas rasa ini sangat subyektif terkandung pada orangnya. Ada sebagian besar kelompok orang yang lebih suka rasa masam, maka komoditi yang memiliki rasa masam tersebut dikatakan sebagai kualitas baik. Namun, untuk sekolompok lainnya yang lebih suka rasa manis dan segar, maka terhadap komoditi yang sama tersebut dikatakan tidak memiliki kualitas rasa yang baik. Diperlukan suatu pengujian kualitas rasa pada skala yang luas dari konsumen yang representatif.
  4. Kualitas Nilai Nutrisi. Buah dan sayuran segar berperanan penting pada nutrisi manusia, khususnya sebagai sumber vitamin (C, B6, A, thiamin, niacin), mineral, dan serat. Kehilangan kualitas nutrisi, khususnya vitamin C, dapat terjadi dengan adanya kerusakan fisik, periode penyimpanan yang panjang, suhu tinggi, kelembaban udara yang rendah, dan kerusakan akibat pembekuan (chilling injury). 
  5. Kualitas Keamanan (Savety) Faktor-faktor keamanan termasuk tingkat senyawa toksik alami pada tanaman tertentu (contohnya glycoalkoloid pada kentang) yang keberadaannya sangat tergantung pada genotipe, juga merupakan faktor kualitas yang sangat mempengaruhi komoditi. Namun dengan program pemuliaan, kandungan senyawa toksik ini dapat dikendalikan pada tingkat aman. Kontaminan seperti residu kimia dan logam berat pada buah dan sayuran segar juga merupakan faktor penentu kualitas. Residu pada tingkat yang aman perlu dikendalikan melalui pengawasan pelaksanaan pengendalian hama-penyakit. Sanitasi saat panen dan penanganan pascapanen sangat penting untuk meminimumkan kontaminasi mikroba. Upaya atau tindakan untuk mengurangi pertumbuhan dan perkembangan jamur dan bakteri yang menghasilkan toksin perlu dilakukan sejak prapanen hingga pascapanen. 
Sumber: Bambang B. Santoso. 2012. Standarisasi Mutu Produk Pascapanen.
Baca Selengkapnya »»

Tuesday, December 18, 2012

PENTINGNYA MEMBENTUK KELOMPOK USAHATANI!

Secara individu para petani kita sebenarnya memiliki ketangguhan dalam berusaha. Ini terbukti dengan tetap eksisnya usahatani sampai saat ini meskipun banyak faktor eksternal di luar lingkungan petani mengguncang usahanya misalnya: kenaikan harga-harga input dan energi. Ternyata secara kultural usahatani sudah merupakan bagian kehidupan petani sehingga apapun yang terjadi usahatani tetap dapat dijalankan. Selain itu usahatani dapat bertahan karena pemanfaatan sumberdaya lokal yang tidak memerlukan transaksi finansial ternyata masih dominan, misalnya : pengairan, tenaga kerja keluarga, bahan organik, hijauan pakan dan sebagainya. Secara umum kedua hal tersebut dapat disebut sebagai keunggulan komparatif. (Simatupang, 1995). 

Namun demikian usaha pertanian yang dimiliki petani tidak selalu sejalan dengan kesejahteraan yang diperoleh petani pelakunya , justru kesejahteraan yang lebih tinggi dinikmati oleh pihak di luar lingkungan petani produsen (dalam sistem usahatani) misalnya : penyedia input, pedagang pengumpul, pengusaha alsintan, penyedia modal kerja dan sebagainya. Keadaan ini terjadi karena secara individu petani masih banyak memiliki kelemahan baik dari aspek penguasaan asset usaha, akses terhadap informasi, akses terhadap sumber teknologi, akses terhadap modal, pasar, mitra dan sebagainya. Kelemahan tersebut berakibat terhadap biaya finansial yang harus dikeluarkan menjadi besar dan menjadikan posisi petani sebagai pihak yang selalu diatur atau tergantung pada pihak lain (Baga , 2010). 

Secara internal petani kita juga terkendala oleh sempitnya penguasaan lahan dan kualitas SDM yang masih rendah sementara itu tuntutan biaya hidup semakin tinggi. Oleh karena itu siasat yang akhirnya dipilih adalah dengan intensifikasi. Namun dapatkah efisiensi dan penerapan teknologi dapat dilakukan mengingat skala usaha dan rendahnya kualitas SDM dipihak petani ?. Itulah sebabnya kita harus menyadari bahwa pencapaian kesejahteraan akan sulit tercapai selama masih dilakukan secara individu. Dari profil tersebut diatas maka perlunya berkelompok adalah penting untuk diwujudkan. Dalam komunitas apapun termasuk masyarakat petani selalu ada pioner yang berwawasan maju dan kesadaran petani sendiri untuk berkembang dengan tata nilai maju dapat ditumbuhkan oleh pihak-pihak yang peduli. (Dubell, 1985). 

Sumber: Seno Basuki dan Ratih Kurnia. 2011. Membangun Kelompok Usaha Pertanian Ramah Lingkungan Berwawasan Agribisnis. Jawa Tengah: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.
Baca Selengkapnya »»