PARIWARA

Your Ad Here
Showing posts with label standarisasi. Show all posts
Showing posts with label standarisasi. Show all posts

Thursday, September 12, 2013

ALAT EVALUASI KUALITAS TEKSTUR PRODUK HORTIKULTURA

Metode dan alat evaluasi yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas tekstur produk hortikulutra adalah:
  1. Yielding Quality (kualitas kelenturan). a) Hand Held Tester – menentukan tenaga yang diperlukan untuk menetrasi bahan. Alat yang sering digunakan Penetrometer; b) Tes Laboratorium – kekerasan buah dapat ditentukan melalui pengukuran kekuatan penetrasi dengan menggunakan: Instron Universal Testing Machine atau Texture Testing System
  2. Fibrousness dan Toughness (serat dan kekerasan). Diukur berdasarkan pengukuran tenaga yang digunakan untuk memotong. Pengukuran dengan menggunakan alat Instron atau Texture Testing System. Ketahanan terhadap pemotongan ditentukan dengan menggunakan Fibrometer ataupun dengan analisis kimia kandungan serat dan lignin.  
  3. Succulence dan Juiceness. Ukuran kandungan air – sebagai indikator dari sukulensi atau turgidutas. Ukuran juice yang dapat diekstrak, sebagai indikator juiceness.  
  4. Textural Qualities (grittiness, crispness, mealness, dan chewiness). Prosedur evaluasi sensory.

Sumber: Bambang B. Santoso. 2012. Standarisasi Mutu Produk Pascapanen.
Baca Selengkapnya »»

ALAT EVALUASI KUALITAS RASA PRODUK HORTIKULTURA

Metode dan alat evaluasi yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas rasa produk hortikultura adalah: 
  1. Sweetness. Kandungan gula – diukur melalui prosedur analisis kimia untuk total gula dan gula reduksi. Total soluble solid content (kandungan total bagian padat terlarut) diukur dengan menggunakan Refractometer atau Hidrometer, dapat sebagai indikator tingkat kemanisan, karena gula merupakan komponen utama bahan padat yang terlarut. 
  2. Sourness/Acidity (kemasaman). Evaluasi tingkat kemasaman produk. Konsentrasi ion hidrogen (pH) dari juice terekstrak ditentukan dengan menggunakan pH meter atau kertas indikator pH. Perhitungan juga dapat dengan cara titrasi bahan. 
  3. Astringency. Ditentukan dengan tes rasa atau dengan mengukur kandungan tanin, kelarutan dan derajat polimerisasi. 
  4. Bitterness (pahit). Ditentukan dengan tes rasa atau mengukur alkaloid atau glukosida yang terkandung dan bertanggung jawab terhadap rasa pahit. 
  5. Odor (aroma). Ditentukan dengan menggunakan uji panelis (pencicipan) yang dikombinasikan dengan identifikasi komponen gas yang bersifat mudah menguap (volatile) yang bertanggung jawab terhadap aroma khas komoditi bersangkutan. Alat yang digunakan Gas Chromatographi. 
Sumber: Bambang B. Santoso. 2012. Standarisasi Mutu Produk Pasca Panen.
Baca Selengkapnya »»

ALAT EVALUASI KUALITAS NUTRISI DAN KEAMANAN PRODUK HORTIKULTURA

Metode dan alat evaluasi yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas nutrisi dan keamanan produk hortikultura adalah: 
  1. Kualitas nutrisi. Kualitas nutrisi dievaluasi dengan cara uji laboratorium dengan menganalisis kandungan karbohidrat, vitamin, protein, serat, dan asam amino, lipid serta asam lemak maupun mineral dalam buah dan sayuran. 
  2. Kualitas keamanan. Prosedur analisis menggunakan Kromatografi Cair Tekanan Tinggi, untuk menganalisis kandungan: a) Senyawa toksik alami, contoh senyawa ini meliputi nitrat dan nitrit pada sayuran daun, oksalat pada bayam, thioglucosida pada sayuran daun dan batang, dan glycoalkohol (solanin) pada kentang; b) Kontaminan alam, senyawa yang termasuk dalam kontaminan alam adalah mycotoksin yang berasal dari jamur, toksin dari bakteri, logam berat seperti Hg, Cd, dan Pb; c) Senyawa toksik buatan, seperti halnya kontaminan lingkungan dan polutan, residu bahan kimia pertanian. 
Sumber: Bambang B. Santoso. 2012. Standarisasi Mutu Produk Pascapanen.
Baca Selengkapnya »»

Thursday, February 21, 2013

METODE EVALUASI KUALITAS PRODUK HORTIKULTURA

Tingkat kualitas produk hortikultura panenan tentunya memerlukan suatu metode analisis. Metode evaluasi kualitas produk panenan yang tersedia ada dua macam, yaitu diarahkan kepada sifat atau cara mengevaluasi, dan evaluasi atas dasar penilaian. Metode evaluasi kualitas atas dasar sifat evaluasi ada dua macam, yaitu : 
  1. Metode Destruktif (merusak), evaluasi dilakukan dengan cara merusak komoditi; 
  2. Metode Non-Destruktif, evaluasi dilakukan dengan cara tidak merusak komoditi. 

Sedangkan metode evaluasi yang didasari atas sifat penilaian meliputi: 
  1. Metode yang berifat obyektif, yaitu metode evaluasi berdasarkan alat analisis yang digunakan; 
  2. Metode yang bersifat subyektif, yaitu metode evaluasi berdasarkan penilaian manusia ataupun dengan cara menggunakan skala. 

Sumber: Bambang B. Santoso. 2012. Standarisasi Mutu Produk Pasca Panen.
Baca Selengkapnya »»

Friday, February 15, 2013

ALAT EVALUASI KUALITAS PENAMPILAN PRODUK HORTIKULTURA

Metode dan alat evaluasi yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas penampilan produk hortikultura adalah: 
  1. Ukuran. a) Dimensi: diukur dengan cincin (ring) pengukur, jangka sorong; b) Bobot: umumnya menghubungkan antara ukuran dan berat. Ukuran juga dapat dinyatakan sebagai jumlah komoditi tiap unit beratnya, misalnya 10 apel/kg; c) Volume: diketahui melalui pencelupan dalam air atau melalui pengukuran dimensi. 
  2. Bentuk (shape). Perbandingan dimensi seperti perbandingan antara diameter dengan kedalaman digunakan sebagai indek bentuk buah. Model (diagram-gambar) merupakan suatu alat evaluasi kualitas bentuk. 
  3. Warna. Keseragaman dan intensitas, merupakan kualitas penampilan yang sangat penting: a). Visual Matching – kartu warna (colour chart) petunjuk untuk mencocokan dan menetukan warna buah dan sayuran; b). Light Reflection Meter – pengukur warna berdasarkan jumlah cahaya yang dipantulkan dari permukaan komoditi; c). Light Transmision Meter – pengukur warna melalui cahaya yang diteruskan (transmit) oleh komoditi. Digunakan untuk menentukan warna internal dan berbagai penyakit. 
  4. Kandungan pigmen, merupakan cara mengevaluasi komoditi berdasarkan kandungan pigmen seperti klorofil, karotenoid (karotin, licopen, xantopil) dan flavonoid (anthosianin). 
  5. Kilau (gloss atau bloom), merupakan kualitas penampakan dari kilap atau kilau permukaan produk. Contoh alat Gloos Meter. 
  6. Adanya cacat (eksternal dan internal). Jumlah intensitas cacat dievaluasi dengan menggunakan sistim skoring dari 1 s/d 5. 1 = tidak ada gejala 2 = gejala ringan 3 = gejala sedang 4 = gejala banyak 5 = gejala sangat banyak Jika diperlukan kategori atau skor dapat diperpanjang dari 1 s/d 7 atau 1 s/d 9. Untuk mengurangi keragaman nilai antar evaluator, maka perlu pula disertakan gambaran rinci dan foto sebagai petunjuk dalam pemberian skor. 

Sumber: Bambang B. Santoso. 2012. Standarisasi Mutu Produk Pasca Panen.
Baca Selengkapnya »»

Monday, January 21, 2013

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU PRODUK

Tidak saja keadaan pascapanen yang mempengaruhi kualitas atau mutu produk panenan tetapi termasuk pula faktor prapanen. Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas komoditi hortikultura: 
  1. Faktor genetik. Pemilihan atau seleksi kultivar bagi tanaman yang diperbanyak dengan benih (biji) khususnya tanaman semusim. Sedangkan bagi tanaman tahunan biasanya sangat tergantung pada pemilihan jenis batang bawang dalam pengadaan atau persiapan bibit. 
  2. Faktor lingkungan prapanen. Unsur iklim, seperti : suhu, cahaya, angin, curah hujan, dan polutan Kondisi budidaya (bercocok tanam), seperti : jenis tanah, penyediaan hara dan air, pemakaian mulsa, pemangkasan (pruning), penjarangan buah dan atau bunga (thinning), dan penggunaan bahan kimiawi 
  3. Pemanenan. Aspek yang merupakan faktor penting terkait dengan pemanenan adalah : teknik panen, tingkat kematangan dan atau kemasakan, dan perkembangan fisiologis tanaman. 
  4. Perlakuan pascapanen. Metode penanganan, periode antara saat panen dengan saat dikonsumsi, dan faktor lingkungan, seperti: suhu, kelembaban relatif, dan komponen atmosfir. 
  5. Interaksi antara berbagai faktor yang dijelaskan di atas. 
Sumber: Bambang B. Santoso. 2012. Standarisasi Mutu Produk Pascapanen.
Baca Selengkapnya »»

Friday, May 25, 2012

MUTU BERAS


Mutu beras sangat bergantung pada mutu gabah yang akan digiling dan sarana mekanis yang digunakan dalam penggilingan. Selain itu, mutu gabah juga dipengaruhi oleh genetik tanaman, cuaca, waktu pemanenan, dan penanganan pascapanen.

Pemilihan beras merupakan ungkapan selera pribadi konsumen, ditentukan oleh faktor subjektif dan dipengaruhi oleh lokasi, suku bangsa atau etnis, lingkungan, pendidikan, status sosial ekonomi, jenis pekerjaan, dan tingkat pendapatan. Beras yang mempunyai cita rasa nasi yang enak mempunyai hubungan dengan selera dan preferensi konsumen serta akan menentukan harga beras. Secara tidak langsung, faktor mutu beras diklasifikasikan berdasarkan nama atau jenis (brand name) beras atau varietas padi.

Respons konsumen terhadap beras bermutu sangat tinggi. Agar konsumen mendapatkan jaminan mutu beras yang ada di pasaran maka dalam perdagangan beras harus diterapkan sistem standardisasi mutu beras. Jenis pengujian mutu beras meliputi beras kepala, beras patah, butir menir, butir kapur, serta butir kuning dan rusak dengan penjelasan sebagai berikut:
  • Beras kepala, yaitu butir beras sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran lebih besar atau sama dengan 75% bagian dari butir beras utuh. 
  • Beras patah, yaitu butir beras sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran lebih besar dari 25% sampai dengan lebih kecil 75% bagian dari butir beras utuh. 
  • Butir menir, yaitu butir beras sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran lebih kecil dari 25% bagian butir beras utuh. 
  • Butir kapur, yaitu butir beras yang separuh bagian atau lebih berwarna putih seperti kapur dan bertekstur lunak yang disebabkan faktor fisiologis. 
  • Butir kuning, yaitu butir beras utuh, beras kepala, beras patah, dan menir yang berwarna kuning atau kuning kecoklatan (BPTP Sumatera Selatan 2006).

Sumber: Soerjandoko. 2010. Teknik Pengujian Mutu Beras Skala Laboratorium. Buletin Teknik Pertanian Vol. 15, No. 2, 2010: 44-47
Baca Selengkapnya »»

Saturday, May 07, 2011

REKAYASA NILAI TAMBAH

Menurut Departemen Pertanian (1999), rekayasa nilai tambah meliputi beberapa aspek, yaitu: 1) aspek pengolahan, 2) aspek pemasaran, 3) aspek kemitraan, 4) aspek standarisasi, dan 5) aspek kelembagaan.
  1. Aspek pengolahan dan pemasaran adalah penerapan teknologi pada pascapanen sehingga dapat meningkatkan kualitas hasil panen dan hal ini tentu berdampak pada peningkatan nilai tambah. 
  2. Aspek kemitraan adalah hubungan kemitraan usaha yang dapat mewujudkan satuan sistem agribisnis yang ditopang oleh keserasian kerjasama antar unsur pelaku agribisnis, petani, pengusaha kecil, koperasi, BUMN, dan swasta. Apabila hubungan kemitraan tercipta dengan baik, maka akan ada nilai tambah yang tercipta dalam sistem agribisnis yang dapat dinikmati oleh pelaku yang terlibat. 
  3. Aspek standarisasi dimaksudkan agar dapat menjamin kepastian akan wujud dan mutu hasil-hasil pertanian sesuai dengan pasar. 
  4. Aspek kelembagaan dapat meningkatkan nilai tambah jika berperan sceara efektif meningkatkan koordinasi dan efisiensi rantai informasi, kemitraan, distribusi sarana produksi, permodalan, dan penanganan pasca panen (termasuk pemasaran dan pengolahan). Lembaga-lembaga tersebut adalah penyuluhan pertanian, lembaga perkreditan, lembaga penyedia sarana produksi pertanian, dan lembaga pendukung lainnya.
Sumber : Iwan Setiawan, 2008. Alternatif Pemberdayaan Bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Lahan Kering (Studi Literatur Petani Jagung Di Jawa Barat). Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung.
Baca Selengkapnya »»