PARIWARA

Your Ad Here
Showing posts with label harga. Show all posts
Showing posts with label harga. Show all posts

Sunday, December 12, 2010

Kelayakan Usahatani Budidaya Kacang Hijau / ha

1. Biaya Produksi
A.Penggunaan Tenaga Kerja = Rp.809.000,- /ha dengan rincian sebagai berikut:
Pengolahan Tanah = Rp.263.000,-
Aplikasi pupuk dasar = Rp.0
Penanaman = Rp. 139.000,-
Penyiangan = Rp.131.000,-
Pemupukan = Rp.0
Pemeliharaan = Rp.65.000,-
Panen = Rp.118.000,-
Pascapanen = Rp.93.000,-

B. Sarana Produksi = Rp.96.000,- /ha dengan rincian sebagai berikut :
Benih = Rp.46.000,-
Urea = Rp.0,-
SP 36 =Rp.0,-
KCl = Rp.0,-
Pupuk Kandang = Rp.0,-
Obat-obatan = Rp.50.000,-


C. Total Biaya Produksi = Biaya tenaga kerja + biaya sarana produksi = Rp.905.000,- / ha

2. Hasil Usahatani
Produksi = 260 kg /ha
Penerimaan = Rp.1.300.000,- /ha
Pendapatan = Penerimaan - Total Biaya = Rp.1.300.000 - Rp.905.000 = Rp.395.000, - /ha

3. Analisis Kelayakan Usahatani
R/C = Rp.1.300.000/905.000 = 1,44
B/C =395.000/905.000 = 0,44

Kesimpulan : 
  1. Usahatani kacang hijau layak menguntungkan untuk dibudidayakan
  2. Keuntungan atau pendapatan dapat diperbesar dengan cara menekan biaya tenaga kerja berupa kegiatan pengolahan tanah sampai pasca panen dengan menggunakan tenaga kerja sendiri atau anggota keluarga
  3. Acuan semua biaya dan harga kacang hijau /kg tidak bisa disamaratakan untuk setiap daerah karena kondisi dan karakteristik setiap daerah berbeda-beda serta biaya dan harga bersifat dinamis artinya dapat berubah setiap saat.
Baca Selengkapnya »»

Saturday, January 23, 2010

JENIS, PERAN DAN FUNGSI PASAR


Atas dasar pengaliran barang dari titik produksi sampai ke titik konsumsi maka pasar diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yaitu :

Pasar Pengumpulan Lokal (Local Assembly Market), sesuai dengan tugasnya mengumpulkan hasil produksi di pusat produksi maka di dalam jenis pasar ini yang berperan adalah para pedagang pengumpul, sehingga pasar ini umumnya terletak di desa atau kecamatan. Di samping sebagai tempat pengumpulan hasil-hasil pertanian, pasar ini juga merupakan pasar eceran barang-barang kebutuhan petani seperti pupuk, pestisida dan lain-lain. Di dalam pasar ini, tingkat harga hasil-hasil pertanian merupakan tingkat harga yang rendah, sedangkan untuk barang-barang kebutuhan petani dicapai tingkat harga yang paling tinggi. 

Pasar Pusat Pengumpulan (Primary Market), barang-barang dari Pasar Pengumpulan Lokal selanjutnya dikirimkan ke Pasar Pusat Pengumpulan untuk selanjutnya disebar ke Pasar Eceran atau untuk keperluan ekspor. Mengingat kegiatan-kegiatan yang ada di pasar ini maka yang memegang peranan adalah para pedagang besar (wholesaler), sehingga pasar ini disebut juga Pasar Pedagang Besar. Pada umumnya pasar jenis ini terletak di kota-kota besar yang memiliki fasilitas perniagaan seperti pelabuhan, alat transportasi dan komunikasi serta fasilitas-fasilitas gudang.

Pasar Eceran (Retail Market), keadaan dimana terdapat konsumen dan para pengecer dapat dinyatakan sebagai pasar eceran, sehingga yang berperan dalam hal ini adalah para pedagang pengecer. Pasar jenis ini bisa dijumpai sehari-hari baik di pinggir-pinggir jalan ataupun di toko-toko di daerah perkotaan.

Pasar Ekspor Impor (Export Import Market), pasar ini umumnya terdapat di kota-kota besar yang memiliki fasilitas perniagaan yang memungkinkan untuk mengirimkan barang ke luar negeri. Peranan yang besar di dalam pasar ini dipegang oleh para eksportir dan importir. Suatu tempat yang mampu menampung permintaan dan penawaran dari luar negeri dapat disebut bursa atau pasar pertukaran (exchange market), dimana dalam hal ini dapat diperjualbelikan hasil bumi dengan menunjukkan contoh. Dengan demikian bursa merupakan suatu pasar dengan ruang lingkup internasional.
    Adapun atas dasar jumlah penjual maka pasar dapat dibagi menjadi :
    1. Monopoli : merupakan bentuk pasar dari suatu barang yang ditawarkan atau yang diproduksi oleh satu orang/produsen. 
    2. Duopoli : bentuk pasar dari suatu barang yang ditawarkan atau yang diproduksi oleh dua orang/produsen. 
    3. Oligopoli : bentuk pasar dari suatu barang yang ditawarkan atau yang diproduksi oleh beberapa (lebih dari dua) orang/produsen. 
    4. Persaingan Sempurna : bentuk pasar dari suatu barang yang ditawarkan atau yang diproduksi oleh banyak orang/produsen.

    Peran pasar yang utama adalah mempertemukan penawaran dan permintaan (produsen dan konsumen) dalam rangka pembentukan harga serta menambah kegunaan barang. Sedangkan fungsi ekonomis dari pasar meliputi :
    1. menyalurkan barang dari produsen ke konsumen : di dalam pasar konsumen mencari barang yang dibutuhkan dan produsen menyediakan barang yang diperlukan, 
    2. memecahkan persoalan perbedaan tempat : pasar mengatasi perbedaan tempat antara produsen dan konsumen, di samping itu juga menjembatani perbedaan antara konsumen satu dengan lainnya, 
    3. memecahkan persoalan perbedaan waktu : hasil-hasil pertanian bersifat musiman sedangkan permintaan berlangsung terus menerus, sehingga mengatasi perbedaan waktu antara saat panen dengan saat dibutuhkan, 
    4. seleksi dan kombinasi barang menurut jumlah dan jenisnya : kebanyakan usaha produksi dispesialisasikan pada satu macam barang saja, sedangkan konsumen menghendaki macam-macam barang dalam berbagai jumlah, ukuran dan kualitas.
    Baca Selengkapnya »»

    Saturday, January 09, 2010

    ANALISIS STRUKTUR PENDAPATAN USAHATANI


        Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani :

                             
    P = TR –TC
    Dimana :
    TR = total revenue = total penerimaan usahatani = jumlah produk x harga
    TC = total cost = total pengeluaran = biaya tetap + biaya variabel

    Analisis Marjin Pemasaran :

                             Mm = Pe – Pf

    Dimana :
    Pe = harga di tingkat kelembagaan pemasaran tujuan pemasaran dari petani
    Pf = harga di tingkat petani

    Mmi = Ps – Pb

    Dimana :
    Ps = harga jual pada setiap tingkat lembaga pemasaran
    Pb = harga beli pada setiap tingkat lembaga pemasaran

                          Mm = P + c
                          Pe – Pf = + c
                          Pf = Pe - – c

    Dimana :
    P= keuntungan lembaga pemasaran
    c = biaya pemasaran

    Analisis Bagian Harga yang Diterima Petani (Farmer’s Share, %) :


    Fs =(Pf/Pr) x 100 %

    Dimana :
    Fs = Farmer’s share
    Pf = Harga di tingkat petani
    Pr = Harga di tingkat lembaga pemasaran
    Baca Selengkapnya »»

    Tuesday, January 20, 2009

    UPAYA MEMBERDAYAKAN PETANI



    Upaya mewujudkan pembangunan pertanian (agribisnis) masa mendatang adalah sejauh mungkin mengatasi masalah dan kendala kritikal yang sampai sejauh ini belum mampu diselesaikan secara tuntas sehingga memerlukan perhatian yang lebih serius. Satu hal yang sangat kritis adalah bahwa meningkatnya produksi pertanian (agribisnis) selama ini belum disertai dengan meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani secara signifikan. Petani sebagai unit agribisnis terkecil belum mampu meraih nilai tambah yang rasional sesuai skala usaha tani terpadu (integrated farming system). Oleh karena itu persoalan membangun kelembagaan (institution) di bidang pertanian dalam pengertian yang luas menjadi semakin penting, agar petani mampu melaksanakan kegiatan yang tidak hanya menyangkut on farm bussiness saja, akan tetapi juga terkait erat dengan aspek-aspek off farm agribussinessnya.

    Jika ditelaah, walaupun telah melampaui masa-masa kritis krisis ekonomi nasional, saat ini sedikitnya kita masih melihat beberapa kondisi yang dihadapi petani di dalam mengembangkan kegiatan usaha produktifnya, yaitu:

    • Akses yang semakin kurang baik terhadap sumberdaya (access to resources), seperti keterbatasan aset lahan, infrastruktur serta sarana dan prasarana penunjang kegiatan produktif lainnya;



    • Produktivitas tenaga kerja yang relatif rendah (productive and remmunerative employment), sebagai akibat keterbatasan investasi, teknologi, keterampilan dan pengelolaan sumberdaya yang effisien;



    • Perasaan ketidakmerataan dan ketidakadilan akses pelayanan (access to services) sebagai akibat kurang terperhatikannya rangsangan bagi tumbuhnya lembaga-lembaga sosial (social capital) dari bawah;



    • Kurangnya rasa percaya diri (self reliances), akibat kondisi yang dihadapi dalam menciptakan rasa akan keamanan pangan, pasar, harga dan lingkungan.

    Secara klasik sering diungkapkan bahwa penyebab utama ketimpangan pendapatan dalam pertanian adalah ketimpangan pemilikan tanah. Hal ini adalah benar, karena tanah tidak hanya dihubungkan dengan produksi, tetapi juga mempunyai hubungan yang erat dengan kelembagaan, seperti bentuk dan birokrasi dan sumber-sumber bantuan teknis, juga pemilikan tanah mempunyai hubungan dengan kekuasaan baik di tingkat lokal maupun di tingkat yang lebih tinggi. Manfaat dari program-program pembangunan pertanian di perdesaan yang datang dari “atas” tampaknya hanya jatuh pada kelompok pemilik tanah, sebagai lapisan atas dari masyarakat desa. Sebagai contoh, program kredit dengan jaminan tanah serta bunga modal, subsidi paket teknologi produksi, bahkan kontrol terhadap distribusi pengairan dan pasar lokal juga dilakukan oleh kelompok ini. Di lain pihak, pelaksanaan perubahan seperti landreform, credit reform dan sebagainya yang memang secara substansial diperlukan sebagai suatu cara redistribusi asset masih merupakan isu yang kurang populer. Berbagai langkah terobosan sebagai suatu upaya kelembagaan guna memecahkan permasalahan di atas yang dikembangkan seperti pengembangan sistem usahatani sehamparan, pola PIR dan sebagainya, sama sekali belum memecahkan problem substansial yang oleh Boeke diungkapkan sebagai "dualisme".

    Dalam pada itu, karakteristik perdesaan seringkali ditandai dengan pengangguran, produktifitas dan pendapatan rendah, kurangnya fasilitas dan kemiskinan. Masalah-masalah pengangguran, setengah pengangguran dan pengangguran terselubung menjadi gambaran umum dari perekonomian saat ini. Pada waktu yang sama, terjadi pula produktifitas yang rendah dan kurangnya fasilitas pelayanan penunjang. Rendahnya produktifitas merupakan ciri khas di kawasan perdesaan. Pada umumnya, sebagian besar petani dan para pengelola industri perdesaan, bekerja dengan teknologi yang tidak berubah. Investasi modal pada masa sebelum krisis lebih banyak diarahkan pada industri perkotaan daripada di sektor pertanian perdesaan. Sebagai konsekuensinya, perbedaan produktifitas antara petani perdesaan dengan pekerja industri perkotaan semakin besar senjangnya. Hal ini merupakan masalah yang banyak dibicarakan dalam menyoroti ketimpangan antara perkotaan dan perdesaan, pertanian dan bukan pertanian.

    Pelayanan publik bagi adaptasi teknologi dan informasi terutama untuk petani pada kenyataannya sering menunjukkan suasana yang mencemaskan. Di satu pihak memang terdapat kenaikan produksi, tetapi di lain pihak tidak dapat dihindarkan terjadinya pencemaran lingkungan, terlemparnya tenaga kerja ke luar sektor pertanian yang tidak tertampung dan tanpa keahlian/ketrampilan lain, ledakan hama karena terganggunya keseimbangan lingkungan dan sebagainya. Manfaat teknologipun seringkali masih dirasakan lebih banyak dinikmati pemilik aset sumberdaya (tanah) sehingga pada gilirannya justru menjadi penyebab utama dalam mempertajam perbedaan pendapatan dan mempercepat polarisasi dalam berbagai bentuk. Perasaan ketidak-amanan dan kekurang-adilan akibat berbagai kebijakan dan kebocoran (misalnya kasus impor illegal, dumping, pemalsuan dan ketiadaan saprotan, keracunan lingkungan, jatuhnya harga saat panen dan lainnya) seringkali menjadi pelengkap rasa tidak percaya diri (dan apatisme berlebihan) pada sebagian petani.

    Tinjauan holistik dengan memperhatikan kondisi berbagai aspek kehidupan pertanian dan perdesaan seperti diuraikan disini, menunjukkan bahwa inti esensi dari proses pembangunan pertanian dan perdesaan adalah transformasi struktural masyarakat perdesaan dari kondisi perdesaan agraris tradisional menjadi perdesaan berbasis ekologi pertanian dengan pengusahaan bersistem agribisnis, yang menjadi inti dari struktur ekonomi perdesaan yang terkait erat dengan sistem industri, sistem perdagangan dan sistem jasa nasional dan global.

    Mencermati situasi di atas, jelas sangat diperlukan upaya-upaya pengembangan agribisnis yang lekat dengan peningkatan pemberdayaan (empowering) masyarakat agribisnis terutama skala mikro dan kecil dalam suatu kebijakan yang “berpihak”. Keberpihakan kebijakan semacam itu sangat (baca: mutlak) diperlukan untuk mengatasi berbagai kendala dan tantangan pengembangan agribisnis yang berorientasi ekonomi kerakyatan, keadilan, dan sekaligus meningkatkan daya saing dalam iklim “kebersamaan” pelaku-pelaku ekonomi lainnya. Untuk itu, sebagai prasyarat keharusan diperlukan suatu iklim kebijakan yang mendorong terbangunnya institusi (kelembagaan) yang mampu meningkatkan posisi petani menjadi bagian dari suatu kebersamaan entitas bisnis, baik dalam bentuk kelompok usaha bersama, koperasi, korporasi (community corporate) ataupun shareholder. Upaya kelembagaan tersebut diyakini akan dapat menjadi nilai (value) baru, semangat baru bagi petani untuk terutama dapat melonggarkan keterbatasanketerbatasannya, seperti akses terhadap sumberdaya produktif (terutama lahan), peningkatan produktivitas kerja, akses terhadap pelayanan dan rasa keadilan, serta meningkatkan rasa percaya diri akan lingkungan yang aman, adil dan transparan.

    Manifestasi dan implementasi dari upaya kelembagaan tersebut pada dasarnya bukanlah mudah dan sederhana. Sebagai suatu rules atau nilai dan semangat baru dalam pembangunan pertanian ke depan, seyogyanya mengandung berbagai ciri pokok dan mendasar. Pertama, upaya kelembagaan tersebut diharapkan menjadi pendorong terciptanya the same level playing field bagi petani dan pelaku ekonomi lainnya, berdasarkan “aturan main” yang fair, transparent, demokratis dan adil. Kedua, upaya kelembagaan tersebut mampu mendorong peningkatan basis sumberdaya, produktivitas, efisiensi dan kelestarian bagi kegiatan-kegiatan produktif pertanian, yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
    Baca Selengkapnya »»